Syekh Ni’matullah Wali: Sufi yang Tetap Bertani
Seorang sufi adalah yang memperbanyak mengingat Allah
Pengaruh ajaran “wahdatul wujud” Ibnu Arabi begitu kuat memengaruhi pemikiran sang syekh, karena memang saat itu sedang digandrungi. Syekh pernah melakukan perjalanan spiritual untuk mempelajari tasawuf kepada sejumlah guru di berbagi penjuru dunia. Dari kota-kota di Iran, Irak, Azarbeijan, Mesir hingga ke Arabia.
Puncaknya, ia pergi ke Mekah untuk berguru kepada Syekh Abdullah Yaf’I Qadri, seorang ulama terkemuka pada masanya, ia pun menjadi muridnya. Di sana ia belajar selama 7 tahun.
Setelah itu, ia melanjutkan perjalanannya dan tinggal di dekat Samarkand. Di sinilah ia kemudian bertemu dengan sang penakluk Tamerlane atau Timur Lenk. Namun untuk menghindari konflik, akhirnya Syek Ni’matullah segera pergi dan akhirnya menetap di wilayah Mahan di Kerman, kawasan di tenggara Iran, sampai ia tutup usia.
Saat sang syekh wafat, namanya harum tersebar ke seluruh Persia dan India. Karena itu, saat ini banyak pengikut tarekatnya, Tarekat Ni’matallahi, tersebar di India.
Makam Syekh yang terletak di Mahan, Kerman, tenggara Iran itu, selalu ramai dikunjungi peziarah baik dari Iran maupun dari negara lain seperti India dan negara-negara Eropa. Di makam yang asri tersebut, karena dipenuhi pepohonan kecil sepanjang koridornya, terdapat sebuah patung sang Syekh yang diletakkan di sebuah sudut makam.
Putra Syekh Ni’matullah, bernama Syekh Khalilullah adalah pewaris Tarekat Nimatullahi berikutnya. Syekh Ni’matullah Wali meninggalkan diwan atau puisi dalam bahasa Persia. Kumpulan syair-syairnya berjumlah sekitar 15 ribu bait yang terkumpul dalam buku setebal 600 halaman. Syair-syair itu ada yang berbentuk qasidah, ghazal, atau rubaiyat. Sejumlah puisinya terinspirasi dari syair Matsnawi Rumi.