Bubur Asyura dan Kisah Nabi Nuh

Dihidangkan dalam keadaan panas dan ada cara khusus mencicipinya

Pada tanggal 29 Agustus bertepatan dengan hari Asyura, 10 Muharram 1442 Hijriah, kami mengisi momen Asyura tersebut dengan zikir dan doa. Setelah acara tersebut kami menyantap bubur Asyura.

Bubur Asyura merupakan menu khas lezat yang terdiri dari sepuluh jenis bahan penganan. Sebagaimana dalam riwayat hadis saat perahu Nabi Nuh as merapat dengan selamat di daratan bertepatan dengan hari Asyura setelah mengarungi banjir terbesar melanda dunia saat itu.

Ketika bahtera Nabi Nuh as berlabuh di bukit Ju’udi pada hari Asyura, bertanyalah kepada kaumnya. “Masih adakah bekal yang tersisa untuk dimakan?” Umatnya kemudian mengumpulkan seluruh sisa-sisa bahan makanan lebih yang jumlahnya sepuluh jenis, yakni:

  1. Satu genggam gandum,
  2. Kacang adas,
  3. Kacang hintah,
  4. Kacang ba’ruz,
  5. Kacang baqilah (kacang poi),
  6. Tepung,
  7. Daging ikan,
  8. Dedaunan,
  9. Garam dan
  10. Santan.

Disatukanlah bahan-bahan tersebut yang kemudian dimasak menjadi santapan lezat berupa bubur. Jika penganan bubur tidak mencukupi sepuluh jenis bahan seperti yang disebutkan atau kurang dari itu maka tidak dapat disebut sebagai bubur Asyura.

Saat ini, untuk membuat bubur Asyura, tergantung kesukaan jenis bahan mana yang cocok dan sesuai. Asalkan jumlah komposisinya terdiri sepuluh jenis bahan ramuan, itulah bubur Asyura.

Bubur Asyura dihidangkan dalam keadaan panas dan ada cara khusus mencicipinya, yaitu dengan mengambil sebuah sendok sedikit demi sedikit mulai dari pinggir piring atau mangkok secara memutar mulai dari arah sebelah kanan.

Cara demikian sebagai salah satu seni menyantap bubur Asyura agar terasa hangat karena makanan dan minuman berdasarkan hadis Nabi Saw tidak boleh ditiup.

Makna lain sebagai simbol sekaligus hikmahnya, adalah mencontoh strategi Nabi SAW setiap berjihad, berperang dengan bergerak dari pinggir melalukan serangan secara perlahan menuju ke tengah membuat parit-parit yang menghalangi lawan. Demikianlah juga dalam melakukan usaha, dimulai dari usaha kecil-kecilan untuk menuju usaha besar dan menjadi pengusaha sukses. Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq.

Komentar
Loading...