Warisan Tasawuf Sosial Kiai Ihsan Jampes
Di masanya, tasawuf telah menggerakkan perlawanan umat terhadap penjajah
Ajaran tasawuf bagi Kiai Ihsan Jampes bukan saja untuk mencapai kebahagiaan tertinggi, yaitu makrifatullah. Tapi juga untuk mewujudkan kesalehan sosial, dengan merespon secara langsung masalah kehidupan sosial. Di masanya, tasawuf telah menggerakkan perlawanan umat terhadap penjajah.
Inilah salah satu warisan ajaran tasawuf Kiai Ihsan yang tersirat dalam salah satu kitab yang ditulisnya “Siraj ath-Thalibin”.
Menurutnya, tasawuf harus mampu mendorong orang agar tidak hanya melakukan kewajiban (individu) mereka, tetapi membuat mereka berkontribusi nyata bagi kehidupan secara umum.
Pengagum pemikiran Al-Ghazali
Nama lengkapnya, Muhammad Ihsan bin Muhammad Dahlan al-Jampasi al-Kadiri al-Jawi asy-Syafi’i, dikenal dengan sebutan Kiai Ihsan Jampes. Ia dilahirkan di Kampung Jampes, Desa Putih, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur pada tahun 1901.
Kiai Ihsan Jampes adalah ulama besar dari Kediri yang berpengaruh dalam penyebaran Islam di Nusantara abad ke-20.
Ia pendiri Pondok Pesantren Jampes dan terkenal melalui karyanya “Siraj ath-Thalibin” yang merupakan syarah kitab “Minhaj al-Abidin” karya Imam al-Ghazali.
Ia memang seorang pengagum berat pemikiran-pemikiran Al-Ghazali. Kitab “Siraj ath-Thalibin” (Lentera untuk Para Pencari Jalan Tuhan) ia tulis hingga dua volume, yang dalam versi cetaknya mencapai 1000 halaman. Kitab ini merupakan syaraḥ dari karya imam al-Ghazali, “Minhaj al-’Abidin” yang hanya terdiri dari 93 halaman.
Karya ini tidak hanya diajarkan di Nusantara, tapi juga di luar negeri seperti Mesir dan Maroko, serta dijadikan rujukan oleh beberapa perpustakaan dunia baik di Timur dan Barat.