Tak Cukup Rasa, Bisnis Kuliner Kadang Butuh Storytelling

Yang mau saya garis bawahi, kita harus belajar bertutur, bukan hanya jualan

Dalam bisnis kuliner, cita rasa saja tak cukup. Kadang, butuh aspek lain untuk memikat para pelanggan. Salah satunya adalah kemampuan storytelling (mendongeng).

Hal inilah setidaknya menurut Ade Putri Paramadita, seorang pendongeng kuliner (Cullinary Storyteller). Sebab, menurutnya, rasa itu bersifat subjektif.

“Yang mau saya garis bawahi, kita harus belajar bertutur, bukan hanya jualan. Nggak bisa hanya bilang ini enak, kecuali kalau ditawarkan kepada yang memang sudah tahu, sudah kenal,” kata Ade dalam workshop virtual “Bisnis Makanan Rumahan Kian Menjanjikan, #MulaiBarengBeko Jadi Ajakan untuk Tingkatkan Kecakapan Para Pengusaha Rintisan”, Jumat (19/2/2021).

Menurut Ade, keterampilan bercerita menjadi syarat untuk bisa menarik pasar yang lebih luas, terutama bila mengandalkan media sosial.

“Cerita yang kuat itu bila mampu menggabungkan data dan cerita asal usul makanan yang ditawarkan. Tapi, Anda juga bisa bercerita tanpa data asalkan informasi yang disampaikan benar adanya, bukan karangan,” ujarnya lebih lanjut.

Namun, yang patut dicatat, menurut Ade, sebenarnya storytelling ini bisa dipergunakan untuk berbagai produk, bukan saja kuliner.

“Seringkali kan kalau kita sedang nonton streaming, di depannya ada iklan. Iklan mana yang buat nyantol, yang bikin kepengen nonton sampai habis? Itu adalah storytelling,” jelas Ade.

Menurut Ade, bercerita bukan sekadar meramu kata hingga mendayu-dayu, melainkan kekuatan cerita yang disampaikan hingga orang lain mau mendengarkan. Maka, langkah pertama untuk bisa bercerita adalah dengan mengenali produk dan kisah di balik produk kuliner tersebut.

“Kalau seorang tertarik, dia akan ingat dan ceritakan lagi kepada orang lain,” tutur Ade.

Namun, Ade juga menyadari bahwa tak semua orang mampu bercerita. Meskipun, keterampilan itu bisa dipelajari. Ia memberikan beberapa daftar pertanyaan yang bisa jadi panduan untuk meramu cerita.

Pertanyaan dimulai dengan mengapa mulai berbisnis kuliner tersebut. Itu bisa menjadi landasan awal membangun cerita. Pertanyaan selanjutnya adalah seputar alasan membuat produk tersebut dan mendapat resep dari mana.

“Dalam cerita juga bisa disampaikan tentang proses pembuatan produk, apalagi bila ada teknik yang khas yang tak biasa. Hal itu bisa memberi nilai tambah dalam cerita,” pungkasnya.

Baca Lainnya
Komentar
Loading...