Syekh Abdur Rauf Singkel: Menyelaraskan Tarekat dan Syariat

Dalam sejumlah karyanya ia menyatakan, tasawuf harus bekerja sama dengan syariat

Abdur Rauf Singkel menginginkan harmoni antara syariat dan tarekat. Dalam sejumlah karyanya ia menyatakan, tasawuf harus bekerja sama dengan syariat.

Sebab, hanya dengan kepatuhan yang total terhadap syariat maka seorang pencari di jalan sufi dapat memperoleh pengalaman hakikat yang sejati.

Ajaran tasawuf yang dikembangkan Syekh Abdur Rauf Singkel, seolah ingin menjadi jembatan bagi perbedaan tajam antara dua aliran tasawuf yang berkembang saat itu, yaitu “wahdatul wujud” atau Wujudiyah yang dan paham Syuhudiyah. Dua kelompok ini, yang pertama diwakili Syekh Syamsuddin As-Sumatrani dan yang kedua oleh Syekh Nuruddin Ar-Raniri.

Wujudiyah mengajarkan bahwa manusia dan alam berasal dari pengetahuan Ilahi, dan segala sesuatu ada di dalam kandungan Tuhan. Sementara, Syuhudiyah meyakini adanya dua dzat, yakni dzat Yang Nyata dan yang tidak nyata. Yang pertama adalah Tuhan dan yang kedua adalah makluk atau hamba.

Abdur Rauf Singkel bernama Aminuddin Abdur Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili. Ia lahir di Fansur kemudian dibesarkan di Singkel sekitar awal abad ke-17 M.

Ayahnya, Syekh Ali Fansuri, masih memiliki hubungan saudara dengan Syekh Hamzah Fansuri. Syekh Ali terkenal sebagai ulama yang memimpin sebuah Dayah, bernama Simpang Kanan di pedalaman Singkel.

Pada tahun 1642 M Syekh Abdur Rauf memperdalam ilmu agama ke jazirah Arab. Ia diperkirakan kembali ke Aceh sekitar tahun 1662 M. Di Aceh ia mengajarkan serta mengembangkan tarekat Syattariah yang diperolehnya.

Baca Lainnya
Komentar
Loading...