Suka Berselancar di Dunia Maya, Gen Z Perlu Guru Untuk Belajar Agama
Diharapkan para guru mampu membuat pembelajaran menjadi lebih optimal
Masa Pandemik Covid 19 masih berlangsung saat ini. Kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan menjadi terlarang. Hal tersebut berimbas pula dalam dunia pendidikan. Baik di level taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Pembelajaran tatap muka pun dimodifikasi menjadi pembelajaran secara daring.
Perubahan yang terjadi secara tak terduga tersebut menimbulkan kegagapan teknologi. Selain terkait dengan masalah sinyal dan kuota. Di satu sisi, para guru tertantang dengan strategi pembelajaran yang efektif untuk siswa. Di sisi lain siswa dituntut dengan banyaknya tugas yang diberikan.
Terlebih suasana pembelajaran di rumah, tidak membuat siswa cepat memahami materi yang ada. Para siswa umumnya adalah generasi Z. Generasi yang lekat dengan gadget ini pun semakin terlena dengan hand phone yang ada di tangannya. Tak jarang mereka malah semakin aktif bermain game online dengan alasan bosan dan pusing dengan pelajaran yang ada. Dibanding memahami pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Kamis, 6 Agustus 2020, dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Yakni dengan mewajibkan pengukuran suhu, pemakaian masker dan jaga jarak. Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Pesantren Nurul Huda bekerjasama menyelenggarakan pendampingan guru untuk memahami Generasi Z. Pesantren yang berafialiasi dengan Nahdlatul Ulama tersebut menjadi tuan rumah kegiatan yang terletak di Jalan Cikarageman, Bekasi.
Kegiatan tersebut dibuka oleh Dr. Andy Hadiyanto selaku Wakil Dekan 3 Fakultas Ilmu Sosial FIS UNJ dan juga KH Atok Romli Musthafa, M.Si selaku pengasuh Pesantren Nurul Huda.
Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam UNJ Sari Narulita, M.Si menjelaskan bahwa Generasi Z adalah generasi yang sangat lekat dengan gadget. Kemampuannya berselancar di dunia maya hendaknya bisa dijadikan satu kelebihan yang membuatnya mampu belajar lebih banyak.
Dengan demikian, menurutnya, guru dalam hal ini tidak hanya menjadi sumber ilmu. Namun juga menjadi fasilitator yang mengarahkan siswa untuk lebih kritis atas banyaknya informasi yang terakses.
Dengan memahami karakteristik Generasi Z, diharapkan para guru mampu membuat pembelajaran menjadi lebih optimal. Apalagi dalam pembelajaran agama jika murid salah memahaminya bisa bahaya, jadi guru harus terus mendampinginya.
“Guru harus paham karakter Gen Z, hingga paham cara belajarnya. Seperti bagaimana memanfaatkan HP yang biasa digunakan untuk bermain, ataupun dijadikan media untuk belajar mandiri dan mencari banyak materi. Tentu dengan arahan dari guru agar siswa tidak salah paham dalam memahami pelajaran, terlebih lagi pelajaran agama. Disinilah pentingnya peran guru,” ungkapnya.