Pada awal abad petengahan, peradaban Islam telah menunjukkan kemajuan luar biasa dalam hal mendirikan rumah sakit.
Pada saat itu, mayoritas orang-orang Eropa masih meyakini bahwa penyakit itu adalah sesuatu yang supernatural, oleh karenanya tidak dapat disembuhkan oleh campur tangan manusia.
Akibatnya, dalam peradaban Eropa ketika itu, rumah sakit tak lebih dari sekadar tempat merawat orang sakit oleh para bhikkhu atau para pembimbing iman dan tidak banyak upaya untuk penyembuhan.
Sementara di dunia Islam, ketika itu berkembang pemikiran yang sangat berbeda. Para dokter muslim, merujuk sabda Nabi Saw, meyakini bahwa setiap penyakit itu ada obatnya, sehingga bisa disembuhkan oleh upaya manusia.
Nabi Saw bersabda, “Tuhan tidak menurunkan penyakit kecuali Dia membuatkan obatnya,” (HR. Bukhari).
Kemudian kata Nabi Saw juga, sebagaimana hadits dari Abu Darda’ bahwa dengan alasan itu, orang sakit harus ditangani secara medis.
Oleh karena itu, peradaban Islam sudah berpikir maju dengan memperlakukan pasien secara rasional.
Perbedaan cara pandang ini kemudian mempengaruhi perbedaan desain rumah sakit di Barat (Eropa) dan di dunia Islam.
Di Barat, tempat tidur dan ruangan untuk orang sakit ditata sedemikian rupa agar pasien dapat melihat sakramen misa harian. Minim hiasan dan cahaya, bahkan cendung redup, selain karena iklim Eropa yang lembab.
Namun, di kota-kota Islam, yang diuntungkan oleh iklim yang kering dan hangat, rumah sakit didesain dengan cahaya dan udara yang optimal. Desain ini mendukung suatu penyembuhan penyakit yang lebih mementingkan faktor keseimbangan fisik ketimbang spiritual seperti di Eropa.
Seperti apa awal mula rumah sakit dalam peradaban Islam? Berikut sejumlah catatannya, sebagaimana dikutip dari muslimheritage.com.
Pertama, Kinik Mobile
Pusat perawatan kesehatan umat Islam atau klinik yang pertama diketahui, didirikan di tenda oleh Rufaydah al-Aslamiyah selama masa hidup Nabi Muhammad Saw.
Tenda perawatan ini terkenal pada saat Perang Khandaq, di mana tentara muslim yang terluka dirawat di tenda terpisah.
Kemudian kekhalifahan Islam berikutnya, mengembangkan tenda perawatan ini menjadi semacam klinik mobile yang dilengkapi dengan obat-obatan, makanan, minuman, pakaian, dokter serta apoteker.
Misi mereka adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terpencil yang jauh dari kota-kota besar dan fasilitas medis yang permanen.
Klinik mobile juga dibuat bagi para penguasa sendiri ketika melakukan perjalanan. Pada awal abad ke-12 Kekhalifahan Seljuk Sultan Muhammad Saljuqi, klinik mobile menjadi begitu penting dikembangkan sehingga membutuhkan sekitar 40 ekor unta untuk mengangkutnya.
Kedua, Rumah Sakit Khusus Kusta
Rumah sakit permanen pertama yang didirikan oleh umat muslim berupa leprosarium atau tempat karantina bagi penderita kusta.
Rumah sakit ini dibangun pada awal abad ke-8 di Damaskus oleh Khalifah Umayyah Walid bin Abdul Malik. Dokter yang ditunjuk untuk mengelola rumah sakit ini mendapat gaji dan fasilitas yang luar biasa.
Pada saat itu, pasien yang dikarantina karena kusta tersebut diberikan tunjangan oleh pemerintah Islam untuk membantu keluarga mereka.
Ketiga, Rumah Sakit Umum
Rumah sakit umum pertama yang dibangun oleh pemerintahan Islam tercatat sekitar satu abad kemudian, yaitu pada tahun 805 di Baghdad. Saat itu masa kekhalifahan Harun al-Rashid.
Para dokter istana memiliki peran penting dalam pengelolaan rumah sakit tersebut. Beberapa dekade berikutnya, 34 rumah sakit lain dibangun di seluruh dunia Islam, yang jumlahnya terus bertambah setiap tahun.
Di Kairouan, Tunisia saat ini, rumah sakit mulai dibangun pada abad ke-9, begitu juga di Mekah dan Madinah.
Di Persia ada beberapa rumah sakit dibangun seperti di kota Rayy yang dikepalai dokter lulusan Baghdad, Muhammad bin Zakariya al-Razi.
Kemudian pada abad ke-10, lima rumah sakit kembali dibangun di Baghdad. Ada cerita menarik ketika pada akhir abad ke-9 Khalifah Al-Mu’tadid meminta Al-Razi untuk mengawasi pembangunan rumah sakit.
Untuk memulainya, Al-Razi menentukan tempat yang paling menyehatkan di kota itu. Dia pun menempatkan potongan-potongan daging segar di berbagai lokasi. Pada lokasi di mana potongan daging paling membusuklah, Al-Razi mendirikan rumah sakit.
Saat dibuka, ada 25 dokter, termasuk dokter mata, ahli bedah dan tulang belulang. Jumlah dokter umum dan spesialis kemudian tumbuh hingga 1.258 orang, sebelum akhirnya orang-orang Mongol menghancurkan Baghdad.
Di Mesir, rumah sakit pertama dibangun pada tahun 872 di bagian barat daya Fustat, sekarang bagian dari Kairo Tua, oleh Gubernur Abbasiyah Mesir Ahmad bin Thulun. Rumah sakit ini tercatat yang pertama menyediakan perawatan bagi penyakit mental.
Pada abad ke-12, Sultan Saladin mendirikan rumah sakit Nasiri di Kairo. Saat ini, rumah sakit tersebut telah berganti nama menjadi Rumah Sakit Qalawun.
Di Damaskus, rumah sakit Nuri merupakan yang terkemuka sejak pertengahan abad ke-12 hingga abad ke-15.
Di Semenanjung Iberia, Cordoba kekhalifahan Islam memiliki 50 rumah sakit besar. Beberapa di antaranya khusus untuk militer.
Pada umumnya rumah sakit yang didirikan kekhalifahan Islam, khususnya di abad ke-12 telah menjadi institusi yang sangat maju dengan berbagai fasilitas pendukung seperti perpustakaan, laboratorium dan tempat belajar atau kuliah.
Bahkan di Kairo, di era Sultan Qalawun al-Mansur (abad ke-12), pengobatan diberikan secara gratis kepada semua orang, kaya maupun miskin, budak atau orang merdeka. Tidak hanya itu, setelah sembuh mereka diberi uang agar bisa beristirahat di rumah dan tidak buru-buru bekerja kembali di masa pemulihan. Sungguh Luar biasa.
Lalu, bagaimana dengan rumah sakit kita sekarang?