Return-Risk
Investor bisa gelap mata dan dia memasuki investasi yang berisiko
Pasangan kondang ‘risk dan return’ sudah diketahui banyak investor. Secara teoritis risk adalah return, pun sebaliknya. Jika mengharapkan return, maka tingkat return itulah yang dijadikan diskonto, dan dikenal juga sebagai risiko.
Secara konsep, nilai uang yang akan diterima tidaklah sebesar jika diterima saat ini. Dalam hal ini, ada faktor penyesuai, dikenal sebagai tingkat diskonto, yang mencerminkan risiko. Nah, itu juga mencerminkan return. Ingat pameo: high risk high return juga!
Return-Risk
Jika berusaha maka ada imbalan dari usaha itu. Namun bisa jadi, justru sebaliknya, mengalami kerugian. Karena ada dua potensi, maka investor mencari reratanya dan dikenal sebagai ekspektasi pengembalian. Ekspektasi inilah yang kemudian dicari potensinya (peluang).
Apakah peluang (berhasil) tinggi atau rendah? Peluang berhasil (rendah) dikenal sebagai investasi (berisiko). Nah karena potensi berhasilnya jarang, tentu kurang sedap, kalau nilai (Rp)-nya juga rendah. Untuk hal itu, sebagai pemanis maka nilai (Rp)-nya biasanya tinggi. Disini, investor bisa gelap mata dan dia memasuki investasi yang berisiko.
Jika satu jenis investasi memberikan return dan kepastian tinggi, maka jenis investasi ini ‘gula’ mengundang banyak semut masuk, hingga akan saling gigit, dan terbagi rata. Secara umum, setiap semut mendapatkan gula sama kadarnya. Cukup manis, namun tidak berlebihan. Ini dikenal sebagai laba akuntansi (normal). Tidak ada rasa sensasi dari manisnya, namun cukup membuat kopi berubah rasa.
Di sini, akan banyak keluar-masuk semut, karena potensi berhasil cukup besar. Semut baru yang masuk, akan mengubah sedikit produk, memberi sentuhan yang ‘seolah-olah’ beda, sehingga dapat memiliki ‘brand’ atau ciri sendiri. Brand atau pembeda, dapat meningkatkan laba, dan ini dikenal sebagai laba ekonomis (tambahan). Ingatlah, pembeda ini belum tentu diterima pasar. Ini adalah risiko. Dengan demikian, return tinggi-kepastian tinggi, tampaknya akan ‘disesuaikan’ oleh mekanisme pasar. Selanjutnya terjadi, return ‘normal/rendah’ kepastian tinggi.
Pada return normal-kepastian tinggi, investor dapat melihat secara jernih. Secara konsep, investasi ini diawali oleh produk pemerintah, dikenal sebagai risk-free rate. Menabung, dijamin oleh LPS dengan bunga rendah, dan tidak mencukupi untuk menutup laju inflasi. Kepastian aman, Insya Allah 100%, selama sesuai syarat dan ketentuan berlaku.
Lalu apa imbalan buat investor? Rasa aman, uangnya kembali/utuh. Pada beberapa investor rasa aman lebih bernilai atau lebih baik diutamakan dari potensi return (moneter). Untuk kepentingan ‘ala dapur’ maka uangnya tidak boleh dispekulatifkan/diinvestasikan. Godaan untuk mendapatkan ‘gula-gula’? Abaikan saja! Prinsipnya satu: bagaimana jika tidak mendapatkan gula, apakah Anda akan berpuasa?
Jika Anda tidak mendapatkan gula, namun tidak akan berpuasa, maka potensi tambahan moneter dapat menjadi acuan. Prinsipnya, semakin manis, potensinya semakin langka. Jika mencari pada ‘hutan’ investasi, bisa-bisa tersesat. Karena itu, mulailah dari ladang yang dikenal. Sawah, jelas memperlihatkan padi, tampak subur atau tidak subur. Pada saat ditanam, belumlah tahu bagaimana akan tumbuhnya. Jika sekadar harapan, maka selalu dihembuskan bagus. Karena itu, harus cukup sabar dengan hembusan angin. Caranya, cukuplah dimulai sedikit demi sedikit saja. Setiap waktu, naikkan nilai investasi, perluas juga jenis tanaman ladangnya: padi, jagung, palawija. Ingat: masih di ladang yang dikenal.
Risiko
Risiko tidaklah selalu berarti moneter namun juga opportunity costs. Risiko ini nanti menjadi faktor pendiskon, faktor penyesuai, dari benefit investasi yang diperoleh. Faktor penyesuai ini adalah pengorbanan yang dilakukan investor. Untuk mendapatkan dana, investor meminjam dan membayar suku bunga (cost of debt; kd).
Namun ingat, suku bunga bukanlah faktor pendiskon, melainkan salah satu komponen saja. Ada beberapa pengorbanan lainnya yang perlu dipertimbangkan.
Jika pendanaan dari kantong sendiri, maka biaya uang sendiri (ke) tidak dikeluarkan dalam bentuk uang, namun lebih pada alternatif manfaat (opportunity costs), yang dapat memberikan return juga. Belum lagi ditambah potensi kehilangan/rugi.
Secara teoritis, biaya utang, kd, (bersifat moneter) lebih rendah dibandingkan biaya modal sendiri, ke (bersifat opportunity cost). Dampaknya, jika benefit investasi (di-present-value) dengan ke, hasilnya pasti lebih kecil. Kesimpulan bisa tidak layak. Padahal secara uang (moneter), mungkin hasilnya positif. Mengapa? Karena ke, biayanya tidak berupa uang keluar dari kantong (cash outflow).
Atau dari sudut lain; jika kita biayai dengan kd, walaupun kd<ke; biaya dikeluarkan real, cash-outflow; sehingga secara pasti mengurangi jumlah uang tersedia.
Lalu manakah yang tepat? Ilustrasi ini dapat untuk renungan. A memiliki uang Rp 4000 dan harga sebotol Aqua Rp 4000. A berinvestasi; lalu tahun depan uangnya berubah menjadi Rp 4500. Namun, tahun depan harga sebotol Aqua adalah Rp 4500. Berapakah kenaikan uang A? Secara moneter (akuntansi) Rp 500. Berapa kenaikan kekayaan A? Secara ekonomi (opportunity), nol, tetap 1 botol Aqua. Bahkan, dapat berkurang, karena A harus membayar pajak keuntungan?
Apakah A akan berinvestasi? Berapakah harapan return sebaiknya? Bagaimana potensi (kejadian) jika harapan return tersebut meningkat? Selamat menikmati pasangan: return-risiko.
Editor: Imam Tamaim