Relasi Muhammadiyah dan Negara di Bawah Kepemimpinan 4 Guru Besar

Muhammadiyah terlahir untuk mengurus kehidupan sosial dan keagamaan

Sebagai contoh terbaru, terkait UU Omnibuslaw Ciptaker, Prof Haedar Nashir menyampaikan kritik. “Sekali pemerintah & DPR berkehendak, maka tak ada kekuatan apapun yang dapat mencegah dan menghentikannya. Dan mungkin suara Tuhan pun, tak akan didengar”, ungkapnya.

Deni menilai kalimat ini walaupun terkesan datar, namun sangat tajam dan menghunjam orang yang dikritik. Dan inilah pola serta gaya dari Prof Haedar. Tak jarang juga, lanjut Deni, beliau menyampaikan kritik dan masukan secara langsung kepada pihak terkait untuk menyampaikan apa yang menjadi aspirasi umat.

Namun secara keseluruhan, empat guru besar ini, sambung Deni, sama-sama menempatkan Muhammadiyah dalam relasinya dengan negara sebagai relasi yang kritis, konstruktif dan akomodatif.

Hal itu terjadi karena Muhammadiyah tidak memiliki kepentingan secara pragmatis dan struktural politik dengan kekuasaan. Melainkan demi kepentingan yang lebih besar untuk anak bangsa dan demi kemakmuran negeri tercinta Indonesia.

Deni menambahkan bahwa keempat tokoh ini terlahir dan besar dari “rahim” yang sama, yaitu Majalah Suara Muhammadiyah. Sebagai informasi, Majalah SM adalah majalah resmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dirintis oleh K.H. Ahmad Dahlan dan Haji Fachrodin dan terbit pertama kali pada tahun 1915 (bulan Dzulhijjah tahun 1333 H).

Baca Lainnya
Komentar
Loading...