Pengelolaan Risiko
Ada risiko yang bisa ditolerir (accept) dan ada yang harus dihindarkan (avoid)
Bisnis adalah risiko, karena bisnis adalah keuntungan. Setiap potensi return mesti ada risikonya. Jadi, risiko bukanlah barang ‘ilegal’ atau harus dihindari, melainkan harus dikelola. Nah, pengelolaan risiko ini tergantung bagaimana risiko tiba pada sebuah bisnis. Tulisan di bawah ini menjadi teman ngopi pagi.
Pertama, kita harus tahu konsep risiko; yang tidak lain ‘resultante’ dari peluang (potensi) dan dampak (risiko). Selama tidak berpotensi maka tidak berisiko. Dan jika berdampak besar (sekalipun potensi kecil) itu juga risiko. Dengan demikian, nantinya ada risiko yang bisa ditolerir (accept) dan ada yang harus dihindarkan (avoid).
Secara umum konsep pengelolaan risiko adalah ATMA (avoid, transfer, mitigate, accept) atau HTKT (hindari, transfer, kurangi, terima). Terhadap risiko, tindakan pertama kali harus ditolak. Risiko seperti apa? Yakni risiko yang bisa ditolak atau dihindari dan atau risiko yang menyebabkan potensi rugi (sangat) besar.
Jika tidak dapat dihindari maka harus ada upaya pengelolaan risiko, yakni melalui upaya transfer, memindahkan sebagian potensi (risiko) tersebut dan atau mengurangi, melalui pihak ketiga (misal asuransi) dan atau upaya-upaya sendiri. Ingat, risiko sebenarnya barulah berupa potensi yang harus diantisipasi. Jika potensi risiko itu kecil (baik dampak dan peluang) dan atau tidak dapat dihindari, barulah kita menerima risiko tersebut.
Jika ada pada satu bisnis, maka kita tahu hal-hal apa saja yang dapat terjadi yang menyebabkan kerugian. Dengan demikian pertama kali perlu mengidentifikasi potensi itu. Inventarisir potensi ini, lalu dugalah peluang dan dampaknya. Setelah itu, barulah menyiapkan manajemen risikonya, yakni tindakan (dan lain-lain) yang perlu dilakukan, dan nantinya akan tergolong dalam HTKT.
Jadi jika diringkas, maka hal yang perlu diketahui: (1) apa risikonya? (2) berapa besar potensinya? (3) berapa besar dampaknya? (4) apa manajemen risiko yang (akan) diambil? (5) apakah tindakan manajemen risiko yang diambil sudah memadai?
Pertanyaan kelima penting, karena jangan sampai kurang dan atau berlebih. Sikap berlebih pada manajemen risiko adalah kekeliruan, karena manajemen risiko adalah biaya. Namun, jika dirasa masih kurang maka tindakan manajemen risiko dapat ditambah sehingga memadai.
Misalkan sebuah usaha Kue Pancong (KP). Secara sederhana identifikasi masalah dikelompokkan menjadi: penerimaan, pengelolaan serta input (bahan baku). Beberapa hal menjadi perhatian misal: (1) penjualan, (2) saingan, (3) harga, (4) risiko kebakaran, (5) keterampilan koki, (6) sumber daya manusia, (7) kualitas bahan baku, (8) dan lain lain.

Tidak laku terjual merupakan kabar buruk bagi bisnis, dan merupakan risiko yang harus ditolak, karena merupakan kematian bisnis. Untuk hal ini, maka seluruh komponen KP harus disadarkan berorientasi penjualan. Kue yang lezat, layanan yang ramah, adalah bagian dari karya karyawan. Namun, pertanyaannya apa keunggulan utama (core competency) dari KP ini?
Hal ini sebaiknya bisa ditemukan sehingga bisa ditonjolkan. Karena makanan, maka tentunya rasa lezat adalah hal yang tak bisa ditawar lagi. Hal ini perlu ditonjolkan dan dapat dibuktikan dengan mudah. Pembeli menemukan bukti ini.
Selanjutnya persaingan dengan sesama, tidak dapat dihindarkan, namun dapat dikurangi, misal dengan membuat variasi, ciri khusus, layanan, dan lain sebagainya sehingga ada kesan lebih bagi pelanggan.
Risiko tersisa (tidak laku dijual), dapatkah mentransfer risiko dengan cara sebagian dari (proses kue atau kue itu sendiri) dibuat oleh pihak lain? Yaa, namun menimbulkan risiko baru yakni: ketergantungan dan kemungkinan cita rasa yang tidak terstandar.
Apakah harga jual terlalu mahal? Mungkin perlu menentukan segmentasi pasar dan benefit apa yang ingin diberikan. Bagaimana jika pasar sudah berubah selera? Itu juga harus dihindari. Mengikuti atau pergi!
Secara proses produksi, maka mungkin terdapat berbagai risiko. Risiko kebakaran wajib dihindari dengan klausul zero accidence! Pertama, bisa dibuat Prosedur Operasi Standar (POS). Apa yang harus dilakukan, disiapkan dan siapa pelaksananya.
Kue tidak sesuai standar? Harus dibuat aturan yang baku, tentang tata laksana pembuatan kue. Koki harus mahir, tidak boleh ditawar. SDM lainnya dapat melaksanakan tugas dengan baik, dan tentu saja diimbangi dengan haknya secara baik. Pemilihan bahan baku diharapkan berkualitas.

Bagaimana jika harga bahan baku naik? Mungkin termasuk risiko yang diterima. Dapat dikurangi risiko ini, dengan menjaga hubungan baik dengan supplier, memesan melalui PO lebih awal sehingga mendapatkan kepastian lebih awal. Ada konsekuensi dari PO, mungkin PT KP harus menyediakan persekot di awal.
Dari contoh di atas, maka risiko dapat ditemui di seluruh lini: output-proses-input. Sekalipun risiko output menyebabkan kematian bisnis namun bisa jadi bersumber juga dari proses dan input.
Berapa peluangnya, besar dampaknya, bagaimana/cara mengelolanya, serta cukupkah cara tersebut, adalah hal-hal yang perlu dijawab sembari seruput kopi pagi. Selamat mengelola risiko.
Editor: Imam Tamaim