Milad Suryalaya 115 dan Webinar Internasional; Jaringan Sufi Kepulauan Nusantara

Penyiar utama Islam adalah para guru sufi yang mengembara dari satu tempat ke tempat lain

Dalam rangka menyambut Milad Suryalaya ke-115, Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IAILM) Suryalaya menggelar International Webinar, Tasawuf, Globalisme dan Tantangan Modernitas via Zoom Meeting pada Selasa (25/08).

“Saya bersyukur banyak-banyak bisa kembali lagi ke pesantren Suryalaya ini. Karena saya pernah datang ke sana dan dibaiat oleh Allah yarham Abah Anom ke dalam Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN). Kemudian sekali lagi juga dibaiat oleh Abah Anom ketika acara di sebuah hotel besar di Jakarta. Saya bersyukur sekali ya bisa menjadi bagian dari Pondok Pesantren Suryalaya, menjadi bagian dari TQN. Inilah nikmat yang patut kita syukuri terus menerus,” ucap Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A. CBE saat mengawali pemaparan Jaringan Sufi Kepulauan Nusantara; Dinamika Islamisasi dan Neo-Sufisme.

Guru Besar Sejarah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu berargumen, bahwa islamisasi kepulauan nusantara ini sebetulnya dilakukan oleh guru sufi yang mengembara dari satu tempat ke tempat lain bukan oleh pedagang.

Islamisasi Kepulauan Nusantara: Peran Guru Sufi

Muslim pedagang dan pengembara sudah ada di pelabuhan Sriwijaya sejak abad 7-8, tetapi tidak ada bukti mereka aktif melakukan Islamisasi. Momentum Islamisasi warga lokal mulai terjadi sejak paroan kedua abad 12 dan seterusnya;

Penyiar utama Islam adalah para guru sufi yang mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Islam Kepulauan Nusantara bersumber dari banyak ‘mata air’—terbesar Arabia.

“Karena kepulauan nusantara diapit oleh dua samudera dan dua benua, walaupun mata air yang paling besar itu Arabia,” imbuhnya.

Islamisasi: Raja & Guru Sufi

Islamisasi massal bermula ketika guru Sufi berhasil melakukan konversi raja lokal ke dalam Islam yang kemudian diikuti para warga’. Kemudian raja-raja menjadikan kerajaannya sebagai pusat Islamisasi (keraton-centered Islamization).

Istana atau keraton juga menjadi pusat keilmuan bersama ulama (fuqaha-mutasawwifin). Raja dan ulama (fuqaha-mutasawwifin) menjalin patron-client relationship. Cerita islamisasi ini juga sudah direkam oleh histiografi tradisional.

Baca Lainnya
Komentar
Loading...