Syahadat adalah rukun Islam yang pertama dan menjadi pintu masuk bagi mereka yang non-muslim ketika hendak memeluk agama Islam. Bagi mereka yang sudah muslim atau lahir dari keluarga muslim, dituntut untuk memelihara syahadatnya bahkan hingga ke anak cucu keturunannya sebagaimana yang dilakukan nabi Ibrahim.
“Dan (Ibrahim) menjadikan (kalimat tauhid) itu kalimat yang kekal pada keturunannya agar mereka kembali”. (Az Zukhruf: 28).
Seluruh manusia itu pada hakikatnya sudah menyatakan kesaksiannya (syahadat) kepada Allah Swt sejak masih di alam ruh. Kejadian menyangkut syahadat itu terekam dalam surah al A’raf ayat 72.
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.” (al a’raf: 172).
Secara bahasa (etimologi), syahadat berarti menetapkan, memberitahu, menjelaskan, menyaksikan dengan mata kepala atau mata hati. Sedangkan pengertian syahadat secara istilah (terminologi) adalah menetapkan di dalam hati dan mengucapkan dengan lidah agar didengar pihak lain menyangkut kepercayaannya terhadap Allah dan terhadap Nabi Muhammad Saw.
Dalam syahadat terdapat dua sisi, sisi pertama disebut dengan Syahadat Tauhid, bersaksi bahwa “Tidak ada Tuhan selain Allah”. Sisi kedua Syahadat Rasul, bersaksi bahwa “Nabi Muhammad bin Abdullah adalah utusan Allah.” Itu sebabnya ada istilah syahadatain atau dua kalimat syahadat.
Syarat Syahadat
Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA dalam bukunya Islam yang Saya Anut menyatakan ada tiga syarat syahadat. Pertama memiliki pengetahuan tentang makna syahadat. Kedua, menerima kesaksian itu dengan tulus disertai pembenaran hati. Ketiga, konsisten mengamalkan kandungan syahadat dan menjauhi yang bertentangan dengannya.