Masjid adalah arsitektur penting bagi umat muslim di suatu tempat. Keberadaannya harus mampu mengakomodasi kebutuhan ibadah serta aktivitas umat di sekitar lingkungan masjid. Bahkan, di era teknologi modern fungsi masjid harus ditingkatkan sesuai dengan teknologi yang berkembang.
Terkait fungsi masjid yang mengakomodasi kebutuhan umat, Masjid di Slovenia adalah salah satu contohnya. Masjid dengan 6 lantai ini dirancang dengan menggabungkan arsitektur Islam tradisional dan modern oleh arsitek Matej Bevk.
Memiliki kapasitas yang mampu menampung 1.400 jamaah. Memiliki kubah berukuran 24 meter dan menara setinggi 40 meter, dan terdiri dari beberapa ruangan seperti perkantoran untuk komunitas-komunitas, ruang kelas sebagai fasilitas pendidikan, perpustakaan, ruang cuci dan perumahan bagi ulama muslim.
Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan umat muslim di sana, masjid dilengkapi dengan restoran, lapangan basket, pusat kebugaran, gym dan parkir mobil yang memadai. Semua bangunan terbuat dari beton putih dipadu baja, kaca, dan kayu.

Masjid Slovenia yang terletak di Ljubljana adalah masjid pertama yang berdiri di negara bekas pecahan Yogoslavia itu. Umat muslim di sana memperjuangkan berdirinya masjid tersebut setelah 50 tahun lamanya. Setelah pembangunan yang memakan waktu bertahun-tahun tahun 2020 ini masjid akhirnya diresmikan dan dapat dipergunakan.
Bagi umat muslim Slovenia, peresmian masjid tersebut merupakan momen bersejarah, dan semacam titik balik bagi umat muslim di sana. Kini mereka bisa memiliki ruang mereka sendiri untuk salat, beribadah, dan melakukan kegiatan keagamaan lainnya.
Setelah melalui perjuangan yang panjang, pembangunan masjid ini mendapat izin di antara jalan Parmova dan Kurilniška pada tahun 2008. Akhirnya, pada tahun 2013 peletakan batu pertama dilakukan. Tahun 2017, pembangunan masjid sempat dihentikan tapi pada tahun 2018 kembali dilanjutkan.
Masjid Ljubljana memiliki sebuah kubah besar berwarna biru yang cukup mendominasi ruang dalam masjid. Ini mengingatkan pada masjid-masjid terkenal seperti Masjid Biru di Istanbul, Turki.

Umat muslim di negara pegunungan Alpen, yang mayoritas beragama Katolik itu, pertama kali mengajukan permintaan untuk membangun masjid pada akhir tahun 1960-an. Padahal ketika itu Slovenia masih menjadi bagian dari Yugoslavia, sebuah negara komunis.
Jumlah umat muslim di Slovenia sekitar 2,5 persen dari 2 juta penduduk negara itu, yang merupakan kelompok agama terbesar kedua, menurut sensus tahun 2002. Saat ini jumlah umat muslim di negara itu diperkirakan ada sekitar 80 ribu.
Izin akhirnya keluar juga sekitar 15 tahun lalu. Tapi itu bukan berarti masjid bisa langsung dibangun. Kaum muslim mendapat penentangan dari para politisi dan kelompok sayap kanan, di samping juga kendala keuangan untuk membangun masjid tersebut.
Konstruksi masjid dimulai pada tahun 2013 dan menelan biaya sekitar 34 juta Euro atau sekitar Rp 515 miliar, di mana sebesar 28 juta Euro atau Rp 424 merupakan sumbangan dari Qatar.
Saat pembangunan masjid, tak sedikit tantangan yang dihadapi oleh umat muslim di negara itu. Mereka, misalnya, pernah menerima kiriman kepala babi dan darah ke area pembangunan masjid.
Dari masjid Slovenia, kita bisa melihat sebuah model masjid yang memaksimalkan fungsinya tidak hanya untuk salat semata. Di masjid ini, umat muslim bahkan umat agama lain, bisa memanfaatkan fasilitas pendidikan dan fasilitas sosial serta kemasyarakatan lainnya.

Masjid di era sekarang, memang harus mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat, termasuk memberi kemudahan lewat kecanggihan teknologi. Konsep “Smart Mosque” atau “Masjid Smart” saat ini tengah dikembangkan di Indonesia.
Dengan konsep Masjid Smart, nantinya, para jamaah dapat mengetahui jadwal kegiatan masjid, ceramah dan jadwal salat serta kegiatan taklim melalui aplikasi informasi dan kegiatan masjid.
Ada pula fasilitas media sharing interaktif secara online melalui video conference, sehingga memungkinkan jamaah melakukan pengajian secara interaktif. Jamaah juga bisa bersedekah atau berinfaq menggunakan aplikasi.