Dalam masa Social and Physical Distancing ini, banyak orang kembali merenung apa hikmah dari semua yang terjadi. Karena sudah menjadi maklum bahwa dalam setiap musibah terkandung di dalamnya hikmah.
Meski begitu menggali hikmah mesti juga semakin melahirkan ketaatan dan ketundukan kepada Allah Swt.
لَا تَكْمُلُ الْحِكْمَةُ إِلَّا بِطَاعَةِ اللَّهِ
Tidak sempurna hikmah itu kecuali dengan taat kepada Allah (HR. Ad Darimy).
Dalam bahasa Indonesia, hikmah itu bermakna arti atau makna yang dalam, makna yang terkandung dalam sesuatu atau manfaat. Kata hikmah sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Arab yang lafadz dan maknanya bisa dibilang ada keselarasan dengan hikmah dalam bahasa Arab.
Hikmah Perlu Dicari
Yang jelas hikmah perlu terus dicari seperti mencari barang yang hilang. Hikmah bisa ditemukan melalui apa dan siapa saja. Oleh karenanya hikmah bisa dimiliki oleh siapapun.
الْكَلِمَةُ الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ ، فَحَيْثُ وَجَدَهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا
Kalimat hikmah adalah barang hilangnya orang mukmin. Siapa saja yang menemukannya maka dia berhak atasnya. (HR. Tirmidzi).
Ada yang mencoba melihat hikmah ini dalam lingkup perspektif keluarga. Masa ini menjadi kesempatan terbaik untuk menghangatkan kembali hubungan antara suami, istri dan anak.
Ada yang menelaahnya pada sisi kemanusiaannya. Manusia dengan segala perangkat, kelebihan dan kekurangan saling support, saling bantu membantu tanpa melihat latar belakang masing-masing.
Ada juga yang mencoba mencernanya secara ekologis. Bahwa manusia sudah saatnya sadar bahwa bumi tempat tinggal kita perlu dirawat dan dilestarikan.
Hikmah bisa diperoleh dari aneka sisi sesuai kapasitas, sudut pandang serta kearifan diri. Namun hikmah bukan digunakan untuk mengadili (judge) orang lain apalagi mencela dan merendahkannya.
Minimal hikmah berguna untuk diri pribadi sehingga semakin memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah. Serta menjalin hubungan silaturahim yang lebih baik dengan sesama dan alam raya.