Mungkinkah mata uang digital menggantikan mata uang negara? Bagaimana mata uang digital mengubah cara pembayaran?
Disadari atau tidak, saat ini kita tengah berada di era fintech. Pandemi Covid-19 telah membuat pergeseran ke pembayaran digital semakin cepat.
Bitcoin dan mata uang digital lainnya, semakin populer dan berdampak besar pada sistem keuangan serta fungsi-fungsinya di seluruh dunia.
Menurut sejumlah analis, mata uang digital atau cryptocurrency masih dianggap sebagai ancaman oleh bank-bank sentral, itulah alasan kenapa mereka belum mau mengadaptasi. Bank sentral punya agenda sendiri dengan mata uang yang dikeluarkan oleh pemerintah masing-masing negara, dan menganggap mata uang digital bisa mengganggu.
Tapi bagaimanapun, teknologi di balik mata uang digital itu sebuah kenyataan, dan terus berkembang. Orang-orang juga makin banyak yang beranjak dari cara tradisional ke mata uang digital dalam melakukan pembayaran. Alasannya, karena kecepatan dan kemudahan yang disediakan, terutama dalam transaksi antar-negara.
Memang banyak yang masih ragu menggunakannya. Tapi kenyataannya, mengutip Entrepreneur.com, harga Bitcoin belakangan ini telah mencapai titik tertinggi sepanjang masa, hampir mencapai USD 20.000.
Regulasi Cryptocurrency
Di Indonesia cryptocurrency saat ini juga telah menjadi salah satu instrumen investasi favorit. Mata uang digital itu juga sedang berkembang menjadi alternatif transaksi non-tunai, seperti remitansi dan pengiriman uang lintas negara.
Ini terjadi karena masyarakat Indonesia juga mulai melek finansial dan perkembangan teknologi terbaru.
Tidak seperti sistem bank sentral yang tersentralisasi, cryptocurrency yang menggunakan teknologi blockchain ini justru terdesentralisasi, transparan, dan bersifat global. Sebagian besar orang meyakini ini dapat menjadi solusi berbagai masalah yang selama ini dihadapi sistem keuangan tradisional.
Di Indonesia, cryptocurrency diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Melalui Peraturan Bappebti No. 5 tahun 2019, aset cryptocurrency diakui sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka.
Sejauh ini, mata uang digital yang paling populer adalah Bitcoin. Tapi sebetulnya masih banyak jenis lain. Ada setidaknya 5000 lebih jenis mata uang digital yang terdaftar di Coinmarketcap, sebuah situs pemantau kapitalisasi pasar kripto global.
Menurut sebuah riset, beberapa mata uang digital digemari oleh kaum milenial Indonesia, di antaranya:
Bitcoin (BTC)
Mata uang digital ini lahir tahun 2009. Kemunculannya berawal dari klaim seorang pengembang dengan nama samaran Satoshi Nakamoto. Ia menyatakan telah berhasil menciptakan mata uang yang terdesentralisasi dan tanpa perantara. Bitcoin berada di atas teknologi blockchain. Banyak orang percaya Bitcoin adalah semacam emas digital baru.
Ethereum (ETH)
Ethereum adalah platform terdesentralisasi yang bisa menjalankan protokol smart contract, yaitu aplikasi pemrograman yang bisa berjalan sendiri tanpa adanya downtime, sensor, penipuan ataupun gangguan dari pihak lain.
Ethereum dikembangkan oleh developer blockchain asal Rusia, Vitalik Buterin. Jika Bitcoin diciptakan untuk transfer uang (value) secara peer-to-peer, Ethereum digunakan untuk menjalankan aplikasi apapun dengan protokol smart contract.
Ripple (XRP)
Ripple (XRP) merupakan uang digital yang cukup populer di Indonesia setelah Bitcoin dan Etherem.
Ripple adalah sebuah protokol open source yang dirancang untuk menciptakan proses transaksi yang lebih cepat dan murah. Ripple punya mata uang yang dinamakan XRP. Ripple dapat digolongkan sebagai platform (teknologi) dan mata uang (currency).
Tether (USDT)
Mata uang seperti Bitcoin memiliki volatilitas tinggi. Nah, untuk itu diperlukan aset crypto lain yang nilainya dipatok oleh benda fisik dengan nilai yang lebih stabil, seperti emas, komoditas, atau mata uang biasa. Aset crypto ini dikenal dengan stablecoin. Salah satu yang cukup populer adalah Tether (USDT).
Rupiah Token (IDRT)
Rupiah Token (IDRT) juga merupakan stablecoin yang didukung oleh mata uang Rupiah. Token IDRT adalah aset crypto pertama di Indonesia yang nilainya selalu stabil 1 banding 1 dengan Rupiah. Stablecoin dibangun di atas blockchain Ethereum dengan standar protokol smart contract ERC-20. Rupiah Token diproduksi oleh PT Rupiah Token Indonesia.
Mungkinkah mata uang digital menggantikan mata uang pemerintah?
Ada banyak startup fintech yang menangani masalah pembayaran saat ini, apakah mata uang kertas akan menjadi usang di dunia digital ini?
Mungkinkah Bitcoin atau mata uang digital lain, menggantikan dolar, rupiah dan mata uang lain yang digunakan di seluruh dunia?
Masalahnya, banyak orang yang masih khawatir tentang nilai jangka panjang mata uang digital.
Harga Bitcoin, misalnya, pernah meningkat lebih dari 140% pada tahun 2020, tapi pada tahun 2017 turun lebih dari 50% jika diukur terhadap mata uang seperti dolar.
Di samping itu, mata uang kertas juga masih banyak digunakan sampai saat ini. Ini masih menjadi alat transaksi yang paling lazim, terutama di pedesaan atau negara ekonomi berkembang di mana penduduknya belum memiliki rekening bank.
Belum lagi, masalah di penerima pembayaran. Meskipun kita memiliki mata uang digital dan ingin membayar, bagaimana dengan pedagang? Mereka tetap memerlukan kemampuan untuk menerimanya. Jika pedagang tidak bisa, kita perlu mengonversi lagi mata uang digital ke mata uang biasa.
Tapi, mungkin ini masalah waktu. Bagaimanapun, mata uang digital menjamin kemudahan bertransaksi, kenyamanan dan kecepatan dengan biaya yang sangat terjangkau. Dalam hitungan detik dan tanpa harus melalui gerbang pembayaran (payment gateway) yang berbeda, seseorang dapat mengirim dana ke mitra di Afrika atau di bagian dunia mana pun.
Pembayaran melalui mata uang digital juga ternyata bebas dari kendali pemerintah dan lembaganya.
Mata uang digital bagi sistem keuangan, seperti halnya email sebagai alat komunikasi.
Sekarang, orang-orang, mau tidak mau, harus menerima kenyataan baru ini. Orang tidak bisa berada dalam ekonomi global, sementara terus bertransaksi seperti di kota kecil.
Memang, masih banyak orang yang berpendapat bahwa mata uang digital belum dapat digunakan untuk kebutuhan hidup dan pembayaran sehari-hari. Mungkin ini benar, tetapi dengan inovasi yang begitu cepat, kendala itu hampir bisa diatasi.
Banyak startup bermunculan untuk mengatasi hambatan tersebut. Pada tahun 2017 misalnya, muncul Ternio dengan produk mereka, BlockCard, yaitu kartu debit mata uang digital, yang memungkinkan konsumen menggunakan Bitcoin untuk pembelian sehari-hari.
Jadi, mungkinkah mata uang digital menggantikan mata uang yang dikeluarkan negara? Atau, haruskah bank sentral mengeluarkan mata uang digitalnya sendiri?
Seperti kemunculan internet pada masa-masa awal, pergeseran ini mungkin awalnya berjalan lambat, tapi akan terjadi dengan cepat ketika mencapai titik kritis, salah satunya musibah global pandemi Covid-19 ini. Siapkah kita menghadapinya?