Kompetensi Inti
Sumber daya insani dapat sebagai core competency itu sendiri
Bisnis pada dasarnya adalah menyajikan barang/jasa, dan konsumen/pelanggan menikmatinya. Dari hal ini pebisnis mendapatkan imbalan/laba. Karena itu, setiap pebisnis mesti tahu apa yang dihasilkannya. Lalu, faktor apa yang menjadi keunggulan dari produksinya? Faktor inilah yang dikenal sebagai kompetensi inti (core competency) dari bisnis.
Sebagai misal, bisnis resto, maka kompetensi intinya adalah rasa (taste). Jika ingin sukses berbisnis ini, makanan Anda harus enak. Tetapi makanan yang enak sekalipun, belum tentu laku. Ada berbagai faktor penyebab, diantaranya tingkat persaingan penjual, selera dari konsumen, tempat berjual, pelayanan dan lain-lain yang dapat diuraikan sendiri. Tetapi jika Anda memiliki makanan yang enak, maka setidaknya sudah mendapatkan core competency.
Siapakah ‘pelaku’ nya? Pertama dan utama, mungkin sang koki, yang punya resep dan racikan jitu. Jika benar, Anda wajib memiliki, memelihara dan menjaganya. Jadikan dia aset perusahaan, bukan sekadar pekerja. Jika sekadar pekerja, Anda bisa mengatakan dia pergi, sore saya bisa cari ganti. Dia tidak penting, mudah mensubstitusikannya.
Apa yang bakal terjadi pada bisnis Anda? Kemungkinan lebih baik ada? Ya, kita harus selalu optimis, dan selalu berprinsip tidak ada yang tak tergantikan. Kemungkinan lebih buruk? Sangat mungkin, dan jika ini terjadi, perusahaan Anda, setahap demi setahap terus mendekat pada jurang.
Apakah pegawai yang lain tidak diperlukan? Diperlukan! Apakah mereka bukan core competency? Bukan untuk bisnis ini, tetapi tetap bagian yang penting dan tak terpisahkan dari perusahaan Anda.
Memahami core competency bukan untuk membeda-bedakan antarsumber daya, melainkan untuk mengetahui ‘nilai tambah’ atau ‘selling-point’ dari sebuah bisnis. Celaka, jika Anda pemilik bisnis, Anda tidak tahu tentang hal ini. Misal Anda menyatakan, resto ini dikenal karena tempatnya yang megah. Itu tidak membuat orang kangen untuk datang (makan) melainkan sekadar berfoto.
Lalu apakah tidak ada tempat foto lain yang menarik? Di tempat sederhana tetapi telah kesohor lezat restonya, apakah orang tidak bangga untuk berfoto, bernostalgia sekaligus menikmati lezat makanannya? Anda bisa menjawabnya!
Jadi, kita harus terus mengupayakan core competency, semakin tajam (dalam), semakin lebar (variative), supaya dapat terus menjaga momentum bisnis. Jika tadi resto yang lezat, maka mungkin ada layanan kue (yang juga lezat), serta cara pelayanan yang ekselen, sehingga penguatan di sisi pelanggan tampak nyata.
Bagaimana hal tersebut dapat disajikan? Jawabnya adalah pada sumber daya. Sumber daya insani dapat sebagai core competency itu sendiri. Pada bisnis skala operasi (pabrik) mungkin sistem yang handal sebagai core competency. Pada bisnis yang lain, mungkin dapat campuran antara sistem dan sumber daya insani (SD Insani). Karena itu, perlu mendefinisikan bisnisnya apa, apa core competency yang diberikan pada bisnis ini?
Jika bisnis resto ini, core competency-nya adalah rasa, maka koki menjadi bagian yang dominan. Untuk hal itu, keajegan rasa harus terpelihara, dan dapat disimpan atau diwariskan melalui metode memasak yang lebih ilmiah. Tetapi, ada pameo: masakan adalah koki, jadi tidak pernah bisa sama jika kokinya berbeda. Untuk hal ini, maka koki harus didorong untuk inovatif, produktif, demi keunggulan resto.
Apa yang menjadi keunggulan resto? Masakan enak, bervariasi antara yang enak dan yang enak. Anda harus memberi penghargaan pada kokinya, jika koki berhasil membuat resto Anda memiliki trademark.
Cobalah bandingkan dua koki, pertama hanya menghasilkan satu masakan (standar), lalu satu koki lainnya menghasilkan 5 masakan istimewa? Apa yang akan Anda lakukan? Jika Anda memperlakukan sama, Anda sudah berlaku tidak adil. Koki Anda tidak bergairah untuk mencipta dan berkreasi, akhirnya resto Anda adalah resto biasa-biasa saja.
Padahal ada potensi yang besar, resto Anda akan menghasilkan makanan super lezat, jadi secara ‘brand-image’ akan dikenal, dan Anda sendiri akan mendapat keuntungan. Dalam pendekatan sumber daya manusia, terdapat istilah gunung es (iceberg), yakni gunung es di laut, penampakannya hanyalah 20%, sisanya 80% terpatri kokoh di dalam lautan.
Untuk mengeluarkan potensi 80%-an dari karyawan, Anda harus memberikan stimulan, bukan rencana tugas apalagi tugas. Stimulan itu adalah bentuk yang adil bagi karyawan untuk membuktikan dirinya/harga dirinya, sekaligus harga diri perusahaan. Mengapa harga diri perusahaan? Karena perusahaan berhasil mengoptimalkan kemampuan karyawan, kebanggaan dan profit juga bagi perusahaan. Perusahaan juga dikenal sebagai tempat yang baik untuk bertumbuhkembang.
Bagaimana jika Anda menyatakan: jika tidak suka, pergi saja? Karyawan Anda mungkin ‘tidak mendengar’, tetapi juga tidak bekerja menuju core competency.
Kopi pagi Anda sudah diminum, sembari merumuskan core competency? Selamat pagi!
nb: istilah core competency biasanya dirujukkan pada SD Insani.
Editor: Imam Tamaim