Ketika Semua Orang Ingin Jadi Influencer

Hampir setiap orang yang aktif di media sosial ingin menjadi influencer

Selama pandemi Covid-19, diakui atau tidak jumlah orang yang ingin menjadi influencer digital melonjak. Hampir setiap orang yang aktif di media sosial ingin menjadi influencer.

Di sisi lain, perusahaan atau brand menggelontorkan uang yang besar untuk para pembuat konten alias influencer.

Pada tahun 2020, sebuah agensi pemasaran influencer ternama, Takumi, sebagaimana dilansir axios.com, menerima dua kali lebih besar permintaan dibanding tahun sebelumnya. Dan tahun ini, perusahaan itu tumbuh 150-200 persen menurut CEO grup Takumi Mary Keane-Dawson.

Penerimaan perusahaan juga tumbuh sekitar 30 persen selama dua tahun terakhir. Baca juga >>

Pandemi Covid-19 diduga telah mempercepat pergeseran bisnis ke arah e-commerce dan pemasaran digital. Hal itu tentu saja membantu mendorong bisnis besar maupun kecil untuk berinvestasi lebih banyak untuk para influencer.

Namun, kata Keane-Dawson, para pengiklan juga tidak ingin menggunakan influencer yang itu-itu saja sehingga peluang baru bagi influencer baru terus terbuka.

Di Amerika misalnya, perusahaan atau brand diperkirakan bakal menghabiskan lebih dari 3 miliar dolar Amerika untuk membayar influencer pada tahun 2021, dan lebih dari 4 miliar dolar Amerika pada tahun 2022 nanti, menurut eMarketer.

Namun eMarketer tidak mempublikasikan rincian pengeluaran perusahaan berdasarkan platform yang digunakan. Tapi diperkirakan Instagram adalah pemimpin pasar yang menguasai kira-kira setengahnya.

YouTube dan Facebook juga mendapat pemasukan yang signifikan. sementara TikTok kemungkinan lebih kecil tapi tumbuh dengan cepat.

Para ahli industri memperkirakan, jumlah influencer akan terus tumbuh secara dramatis, bahkan ketika industri menjadi lebih kompetitif sekalipun.

Sebuah perusahaan investasi SignalFire yang berinvestasi di banyak bisnis dipimpin oleh seorang pembuat konten. Mereka memperkirakan, saat ini ada lebih dari 50 juta orang di dunia yang menganggap diri mereka sebagai pembuat konten online.

Sementara CEO Cameo Steven Galanis mengatakan bahwa awal tahun 2021 ini ada lebih dari 5 juta orang yang menggunakan Cameo, sebuah aplikasi yang memungkinkan pengguna membeli video yang dipersonalisasi dari para selebriti. Baca juga >>

“Dan kami kira jumlah itu akan berlipat ganda dalam lima tahun ke depan,” kata Galanis.

Namun demikian, secara bisnis influencer juga telah membawa risiko bagi para talenta juga brand.

Sebuah studi dari konsultan keuangan Kroll pada Juni 2020 menemukan bahwa sebagian besar atau sekitar 85 persen bisnis barang konsumsi pernah mengalami dampak negatif lantaran influencer.

Selain itu, perusahaan yang disurvei Kroll yang menggunakan influencer dengan akun kurang dari 10.000 pengikut memiliki setidaknya satu insiden negatif.

#influencer #pandemi #emarkerter

Baca Lainnya
Komentar
Loading...