Jejak Vaksin di Dunia

Upaya vaksinasi awal-awal konon juga dilakukan di India juga Afrika

Saat ini mungkin tidak akan ada orang yang mau menghirup bubuk yang diambil bekas penyakit cacar. Tapi beda ceritanya jika Anda hidup di Cina pada abad ke-15.

Dahulu kala, orang Cina yang pernah terjangkit cacar dianggap kebal terhadap infeksi ulang. Karena itu, mereka punya ide untuk mengawetkan koreng dari orang yang pernah menderita cacar.

Mereka lalu mengeringkannya, menghancurkannya menjadi bubuk dan meniupkannya ke lubang hidung. Untuk anak laki-laki di lubang hidung sebelah kanan, anak perempuan sebelah kiri. Entah apa alasannya. Itulah abad ke-15.

Tapi konon, dari situlah kemudian kisah tentang vaksinasi dimulai. Tidak begitu jelas bagaimana keberhasilan metode ini waktu itu, tapi upaya vaksinasi awal seperti ini konon juga dilakukan di India juga Afrika.

Lalu bagaimana sebetulnya jejak vaksin di dunia?

Pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Divisi Epidemiologi dan Biostatistika FK Unpad Yulia Sofiati menyebutkan bahwa vaksin yang paling efektif sepanjang sejarah sampai saat ini adalah vaksin untuk mencegah penyakit cacar (smallpox). Baca juga >>

“Vaksin ini juga merupakan cikal bakal teori vaksinasi,” kata Yulia, dilansir laman website unpad.ac.id.

Smallpox adalah vaksinasi yang didasarkan pada metode vaksin ciptaan Edward Jenner pada tahun 1798. Vaksin cacar telah berhasil memusnahkan virus cacar dari seluruh penduduk dunia pada 1977. Sejak saat itu, vaksinasi cacar tidak pernah lagi diberikan kepada masyarakat.

Vaksin lain yang hampir berhasil menumpas penyakit adalah vaksin polio. Berbeda dengan vaksin cacar yang hanya diberikan sekali seumur hidup, vaksin polio harus diberikan berulang-ulang agar tercapai kadar antibodi yang memadai.

Meski Indonesia telah dinyatakan bebas polio sejak tahun 2014, namun proses vaksinasi masih tetap berjalan untuk pencegahan karena faktanya, polio masih ada di beberapa wilayah Indonesia.

Vaksin lainnya yang dianggap cukup efektif adalah vaksin BCG untuk mencegah TBC. Vaksin ini digunakan sejak tahun 1921.

Berbagai riset memperlihatkan, vaksin BCG yang diberikan kepada bayi baru lahir akan melindungi bayi dari penyakit TBC paru dan TBC yang menyebar melalui pembuluh darah atau TBC milier, salah satu bentuk TBC yang berat.

Sejumlah riset memperlihatkan bahwa efek dari vaksin ini bertahan sampai 10 tahun di Inggris, 30-40 tahun di Norwegia dan 50-60 tahun di Alaska. Vaksin BCG hanya diberikan sekali seumur hidup. Riset mengenai vaksin TBC masih berjalan sampai sekarang. Baca juga >>

Setelah itu, vaksin terhadap difteri (DPT atau DT) adalah contoh vaksin yang dianggap efektif. Tapi untuk mempertahankan efek maksimalnya, vaksinasi harus diulang setiap 10 tahun setelah pemberian pada masa bayi dan kanak-kanak.

Vaksin lain yang perlu dipelajari adalah vaksin influenza. Flu di negara empat musim diketahui memang sering menyebabkan kematian, minimal menyebabkan perawatan di rumah sakit. Karena itu, vaksinasi terhadap flu sangat diperlukan, terutama pada lansia atau orang dengan gangguan paru.

Karena virus penyebab influenza mudah bermutasi dan tidak dikenali oleh sistem pertahanan tubuh maka vaksin influenza harus diulang setiap tahun.

Vaksin Berikutnya

Baru-baru ini, ketika genom menjadi mudah didekodekan, para peneliti mengembangkan vaksin yang mengandalkan ekstraksi RNA atau DNA dari patogen dan menyuntikkannya ke dalam tubuh.

Di sana, potongan-potongan materi genetik menyebabkan sel-sel memproduksi protein yang tidak dapat menyebabkan penyakit tetapi dapat membuat peka dan mendidik sistem kekebalan.

Dalam kasus Covid-19, Moderna Pharmaceuticals di Cambridge, Mass., membuat vaksin dengan pendekatan semacam ini. Para peneliti sedang mengerjakan vaksin yang menggunakan bahan genetik yang dikenal dengan mRNA yang diekstraksi dari SARS-Cov-2, virus penyebab yang menyebabkan Covid-19. Baca juga >>

Kelompok lain yang mengerjakan vaksin Covid-19 model ini, antara lain adalah kolaborasi antara Universitas Oxford dan AstraZeneca.

Patogen, meski tak punya pikiran seperti manusia, tapi dia tak kenal lelah. Namus sains juga harus tak kenal lelah. Sehingga seperti halnya perang pada akhirnya harus ada yang kehilangan nyawa. Tapi seiring berjalannya waktu, juga seiring kemajuan penelitian, jutaan nyawa lainnya dapat terselamatkan.

#vaksin #pandemi #virus

Baca Lainnya
Komentar
Loading...