Perkembangan media digital khususnya media sosial yang begitu pesat ternyata bagai pisau bermata dua. Di satu sisi banyak hal positif, tapi di sisi lain tak sedikit pula dampak negatifnya bagi kehidupan sosial.
Salah satu dampak dari meningkatnya aktivitas media sosial adalah banyak orang berlomba-lomba mencari popularitas atau ingin menjadi selebriti di medsos. Mereka mencari follower, likers atau subcribers sebanyak-banyaknya.
Sebagian melakukannya untuk memenuhi kepuasan diri, sebagian lagi untuk motif keuntungan ekonomi karena semakin banyak likers, followers dan subscriber artinya semakin besar peluang meraup pundi-pundi uang dengan cara monetisasi atau endorse.
Tidak salah, selama popularitas di media sosial (medsos) itu diraih dengan cara positif, misalnya karena konten-konten yang bermanfaat dan inspiratif sehingga banyak orang tertarik lalu me-like, mem-follow atau men-subcribe. Maka, jadilah ia selebriti medsos yang menebar kebaikan.
Tapi celakanya, sebagian lagi nekat menggunakan berbagai cara untuk tenar di medsos, termasuk dengan membuat konten-konten tidak terpuji. Misalnya, konten prank yang mengeksploitasi serta merugikan kelompok masyarakat tertentu.
Tujuannya, semata-mata mencari popularitas lewat medsos, dengan popularitas tersebut dirauplah keuntungan materi.
Ini tentu bahaya, sindrom popularitas instan menggejala di tengah masyarakat. Selebritas, popularitas, ketenaran dengan jalan pintas menjadi tujuan. Tak peduli bagaimana caranya.
Bagi orang beriman memiliki nama yang harum di langit atau menjadi selebriti langit seharusnya lebih diinginkan ketimbang sekadar popularitas dunia apalagi di media sosial.
Bagaimana caranya?
Berbakti kepada orang tua seperti Uwais Al-Qarni
Jika Anda masih terus mengejar ketenaran di sosmed yang tujuannya semata materi tanpa mempedulikan bagaimanapun caranya, mungkin kisah Uwais Al-Qarni ini bisa menjadi cermin untuk menjernihkan hati Anda.
Uwais al-Qarni adalah seorang pemuda miskin yang tinggal di pinggiran Yaman. Ia bukan siapa-siapa, tak ada orang yang mengenalnya, bahkan namanya pun tak pernah dikenal. Tapi ia pernah disebut oleh Rasulullah Saw sebagai pemuda yang dikagumi di langit.
Apa sebab? Uwais amat patuh dan menghormati ibunya yang lumpuh. Suatu waktu, Uwais meminta izin kepada sang ibu untuk pergi ke Madinah berjumpa dengan Rasulullah Saw.
Sang ibunya memberinya izin, tapi dengan syarat untuk cepat pulang karena dirinya merasa sakit-sakitan.
Sesampainya di Madinah, Uwais tidak mendapati Rasulullah karena sedang memimpin peperangan. Meski rindunya amat besar terhadap Rasulullah, Uwais lekas pulang demi ibunya. Ia hanya menitip pesan kepada Siti Aisyah ra.
Kali lain, sang ibu meminta Uwais untuk mengantarkannya pergi haji padahal mereka adalah keluarga miskin. Uwais tak menolak. Dengan sekuat tenaga ia menggendong ibunya yang lumpuh itu menghadap Baitullah.
Meski belum pernah bertemu muka, Rasulullah Saw seperti sudah mengenal betul pemuda miskin itu, beliau memuji Uwais dengan mengatakan kepada para Sahabat yang lain, “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya. Dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi,” (HR. Ahmad).
Bakti yang tulus ikhlas kepada ibunda membuat nama Uwais Al-Qarni terkenal di langit, meski di bumi ia bukan siapa-siapa.
Menyayangi orang-orang di bumi
Untuk menjadi orang yang disayangi Allah di langit seseorang harus menjadi penyayang kepada sesama manusia di bumi.
Rasulullah Saw bersabda, “Orang-orang yang memiliki rasa rahim akan dirahmati oleh Allah Yang Maha Rahman, yang memberikan berkah yang Maha Tinggi. Sayangilah orang-orang yang ada di bumi supaya kamu disayangi pula oleh yang di langit.”
Nah, sekarang tinggal pilih mau jadi selebriti di bumi atau di langit?