Investor Milenial Meningkat Saat Pandemi

Data saat ini menunjukkan jumlah investor di Indonesia mencapai 2,4 juta orang

Pandemi Covid-19 berakibat meningkatnya penggunaan media digital termasuk penggunaan media sosial. Faktor ini pula yang ditengarai membuat kalangan milenial melirik dunia investasi. Pasalnya, mereka menjadi investor kebanyakan karena terpengaruh influencer di medsos.

Director of Executive Education Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) yang juga Co-Founder Investor Academy Indonesia Donald Crestofel Lantu menuturkan, pada saat pandemi jumlah investor milenial Indonesia justru meningkat.

Dia mengatakan, tren kenaikan tersebut sebaiknya diimbangi dengan literasi terkait bursa saham sehingga para calon investor milenial itu mengetahui potensi dan risiko berinvestasi saham.

Menurut Donald, data saat ini menunjukkan jumlah investor di Indonesia mencapai 2,4 juta orang dan dari jumlah tersebut ada kenaikan 20 hingga 30 persen sejak tahun 2015.

“Kenaikan tersebut disumbang dari kalangan milenial, yakni mereka yang lahir tahun 1980 sampai 2000,” kata Donald saat menjadi pembicara dalam forum The First Indonesia Investor Summit 2021 yang diadakan SBM ITB bekerja sama dengan IAI (Investor Academy Indonesia), Minggu (27/6).

Meski demikian, sebetulnya jumlah investor saham di Indonesia apabila dihitung keseluruhan masih berjumlah sekitar 2,4 juta orang yang tak lain hanya baru 1 persen dari total penduduk Indonesia.

Bandingkan dengan AS yang jumlah investornya mencapai 55 persen dari total penduduk.

Karena itu, Donald mendorong agar ke depan semakin banyak orang Indonesia berinvestasi saham. Namun harus dengan pengetahuan atau literasi yang memadai.

“Kalau saya menerapkan multibagger value investor strategy, investor perlu cari saham-saham yang murah, perusahan yang harga mercy dijual dengan harga bajaj, kita beli di harga-harga murah, setahun rata-rata peningkatannya 250 persen,” ujar Donald.

Dia juga mengingatkan kepada para investor milenial, karena mereka berinvestasi dipengaruhi media sosial sehingga cenderung memilih saham yang terkenal atau berdasarkan momen tertentu.

Hal tersebut menjadi tantangan kelompok milenial, sebab mereka cenderung ingin mendapatkan hasil yang lebih cepat. Mereka kebanyakan membeli saham bukan berdasarkan analisa menyeluruh, tapi lebih karena mendengar informasi dari orang lain.

Karena itu Donald menyarankan agar saat ingin berinvestasi jangan mengikuti kata orang, investasi perlu analisis menyeluruh, untuk tujuan finansial jangka panjang.

“Edukasi ini harus disampaikan kepada milenial agar mendorong mereka mendapat cuan (untung) bukan boncos,” ujar Donald.

Baca Lainnya
Komentar
Loading...