Ini Loh Harta Karun Orang Cirebon, Batik Trusmi
Motif batik ini juga kerap disematkan pada desain-desain busana Nusantara
Jika Anda pergi ke bandara, mal, ruang publik atau sejumlah destinasi wisata lainnya di Indonesia, Anda akan menemukan sebuah ikon desain batik yang sangat khas, yakni ‘megamendung’. Motif batik ini juga kerap disematkan pada desain-desain busana Nusantara yang ditampilkan di panggung internasional.
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono saat masih menjadi orang nomor satu di Indonesia kerap tampil di publik mengenakan batik bermotif megamendung ini. Megamendung pun kini populer menjadi ikon motif batik khas Indonesia.
Ternyata, motif megamendung merupakan salah satu “harta karun” kebudayaan masyarakat Cirebon Jawa Barat yang sekian lama terpendam, motif ini kini menjadi andalan pada batik khas Cirebon ini, namanya batik Trusmi. Kenapa harta karun? Sebab, sekira 15 tahun yang lalu batik khas Cirebon ini tidak banyak dihargai, bahkan tak banyak orang yang tahu. Di tanah kelahirannya, Desa Trusmi Kabupaten Cirebon, batik bercita-seni tinggi ini hampir saja ditinggalkan, hampir tenggelam.
Batik Trusmi kembali menggeliat dan mengalami perubahan cukup pesat sejak tahun 2009, ketika batik Indonesia sebagai warisan budaya luhur diakui secara resmi oleh UNESCO. Terutama, saat motif megamendung banyak di minati tidak saja kolektor batik dalam negeri tapi juga manca negara. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI sendiri telah mengupayakan agar motif batik ini diakui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan dunia. Nilai seni dan budaya yang tinggi akhirnya membawa motif megamendung sebagai sumber pundi-pundi yang menopang ekonomi sebagian masyarakat Cirebon, khususnya desa Trusmi.
Jika sebelumnya workshop pengrajin batik Trusmi banyak yang tutup, setelah tahun itu perlahan kembali menjamur. Gayung pun bersambut, Tol Cikampek-Palimanan (Cipali) yang mempendek jarak dan waktu tempuh dari ibukota Jakarta ke Cirebon mulai dibuka. Ini membuat sentra batik Trusmi semakin menggeliat, menjelma menjadi bagian dari destinasi wisata dan oleh-oleh utama di Cirebon.
Apalagi yang dicari, kalau bukan batik bermotif megamendung. Motif megamendung memang yang paling favorit, tapi bukan satu-satunya, ada motif lain yang sama klasiknya seperti motif patran keris, paksi naga liman, singa payung, dan singa barong.
Sejarah
Kawasan Batik Trusmi kini menjelma menjadi salah satu destinasi wisata paling populer di Kota Udang. Kawasan Trusmi sebetulnya hanya merupakan deretan rumah para perajin batik dimana para pengunjung bisa langsung berbelanja aneka batik di lokasi.
Di kawasan ini ada ribuan perajin batik yang bekerja setiap hari untuk menghasilkan kain batik. Di desa Trusmi, jumlah tenaga kerja yang mempunyai keahlian membatik, dari mulai membuat pola desain awal, mencecek dan menembok mencapai 3.000 orang. Workshop sekitar 500-an dan 75 showroom.
Sejak dulu, Trusmi memang sudah kerap mendapat pesanan batik dari keraton Cirebon yang kala itu di bawah pimpinan Sunan Gunung Jati. Jadi, dapat dikatakan batik Trusmi adalah batik yang bersumber dari keraton Cirebon.
Para perajin batik awalnya hanya membuat batik berdasarkan pesanan dari keraton, baik dari Keraton Kanoman maupun Kasepuhan. Motif batik keraton yang terkenal pada masa itu antara lain Paksi Naga Liman, Siti Inggil, Kanoman, Taman Kasepuhan dan Taman Sunyaragi. Dari keraton, batik cirebon kemudian menyebar ke kalangan biasa, sehingga muncul kemudian motif batik pesisiran. Bedanya, jika batik keraton memiliki pola baku dan bermakna religius, batik pesisiran lebih dinamis.
Pada era 70-an sebetulnya batik Trusmi pernah menggeliat dan sudah terkenal hingga ke mancanegara, hanya saja ketika itu pemasarannya masih sangat tergantung pada para saudagar keturunan China yang ada di Cirebon. Ketika itu, Trusmi sampai mendatangkan pengrajin dari luar daerah, salah satunya Pekalongan, karena mereka punya keahlian yang baik dalam membatik.
Megamendung dan Sunan Gunung Jati
Motif batik megamendung sejatinya bukan motif biasa, motif ini kaya nilai sejarah, budaya, hingga spriritual di dalamnya.

Sejumlah literatur sejarah menyebut, motif megamendung dilatarbelakangi sejarah kedatangan bangsa China ke Cirebon. Saat itu pelabuhan Muara Jati Cirebon memang merupakan tempat persinggahan para pendatang dari dalam dan luar negeri. Ketika itu, Sunan Gunung Jati yang tengah menyebarkan Islam di wilayah Cirebon pada abad ke-16, menikahi Ratu Ong Tien dari China. Beberapa benda seni yang dibawa dari China seperti keramik, piring dan kain berhiaskan motif awan.
Dalam paham Taoisme China, awan melambangkan dunia atas. Motif awan merupakan gambaran dunia luas, bebas dan punya makna transendental (ketuhanan). Dan ternyata, konsep motif awan ini juga berpengaruh di dunia seni rupa Islam abad ke-16, yakni digunakan para sufi untuk mengungkapan dunia yang begitu besar atau tentang alam bebas.
Megamendung adalah hasil kolaborasi seni desain dari masyarakat China dan Cirebon, dalam seni selalu ada proses saling pengaruh mempengaruhi. Sehingga walaupun motif ini berasal dari China, sentuhan seni khas Cirebon juga tetap tampak. Misalnya, pada motif megamendung China, garis awan berupa bulatan atau lingkaran sementara khas Cirebon, garis awan lancip dan segitiga.
Di sisi lain, sejarah batik Cirebon juga ternyata ada kaitannya dengan perkembangan sebuah gerakan tarekat dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Konon, membatik awalnya dikerjakan oleh para anggota tarekat dari daerah tersebut yang kala itu mengabdi di keraton Cirebon sebagai sumber ekonomi untuk membiayai kelompok tarekatnya. Para pengikut tarekat itu tinggal di desa Trusmi dan sekitarnya.
Nah, kalau Anda ke Cirebon jangan lupa mampir dan berburu batik megamendung di tempat asalnya.