Ingin Sukses, Jangan Terlalu Cepat Puas!

Janganlah terlalu cepat puas ketika Anda mendapatkan sebuah keberhasilan

Setiap orang pasti senang bila meraih kesuksesan. Tetapi, ia terlalu cepat puas dengan apa yang diraihnya tersebut. Inilah kesalahannya.

“Terlalu cepat puas diri mengakibatkan ketidakpuasan. Kalau Anda berpuas diri mengenang masa lalu, ketimbang menciptakan masa depan Anda, masa sekarang kehilangan daya tariknya,” ujar Glenn Van Ekeren dalam bukunya berjudul 12 Simple Secrets of Happiness At Work (h.31).

Karena itu, janganlah terlalu cepat puas ketika Anda mendapatkan sebuah keberhasilan. Bisa jadi, itulah terakhir Anda meraihnya. Setelah itu, Anda pun tinggal meratapinya dan menyesal.

Sebab, orang yang cepat merasa puas cenderung akan bersikap pasif dan tak lagi melakukan usaha yang lebih keras lagi. Baginya seperti sudah cukup dengan apa yang telah diraihnya.

Sebaliknya, orang yang tidak cepat merasa puas, dia akan terus meningkatkan usahanya untuk menjadi lebih baik ke depan. Setidaknya, ia tidak terlena dan mencoba untuk mempertahankan prestasinya itu dengan segala daya upaya.

Pada titik ini, saya sepakat dengan apa yang pernah dikatakan oleh Thomas Alva Edison, penemu listrik dari Amerika Serikat (1847-1931). Menurutnya, merasa tidak puas adalah langkah pertama untuk kemajuan.

Dan Thomas telah membuktikan ucapannya sendiri. Berapa kali ia merasa tidak cukup dalam upayanya menemukan listrik seperti yang kita rasakan sekarang. Jika ia merasa puas, mungkin akan berhenti pada percobaan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Tapi, ia terus mencoba dan mencobanya lagi hingga berhasil.

Suatu ketika seorang artis Yunani bernama Timanthes berhasil membuat sebuah lukisan yang bagus. Kegirangan dengan hasilnya, ia duduk hari demi hari memandangi hasil karyanya itu.

Dalam suatu kesempatan pagi ia pun mendatangi studio dan menemukan guru lukisnya telah menghancurkan mahakaryanya itu. Ia marah dan merasa remuk hatinya. Dengan berlinangan air mata ia meminta penjelasan sang guru atas apa yang terjadi.

“Saya melakukannya demi kebaikanmu sendiri. Lukisan itu menghambat kemajuanmu. Memang itu adalah karya seni yang bagus sekali, tetapi belum sempurna. Mulailah lagi dan lihatlah apakah kamu dapat menghasilkan yang lebih baik lagi,” ujar sang guru dengan bijaksana.

Timanthes tertegun, tetapi hal itu mendorongnya untuk bangkit lagi. Ia menyapu kuasnya kembali di atas kanvas dan akhirnya menghasilkan mahakarya yang disebut Sacrifice of Iphigenia.

Lewat bukunya, Van Ekeren pun berpesan, “Berjuang keraslah untuk tetap terbebas dari keberpuasan diri jangka panjang dengan prestasi-prestasi Anda yang lalu. Berupa keraslah untuk mencapai dataran-dataran yang lebih tinggi lagi. Anda tak perlu menengok ke belakang dan berangan-angan ke sana.” (h.33-34).

Maka, bangkitlah dan teruslah berkarya! Jangan berhenti dan jangan cepat merasa puas!

Baca Lainnya
Komentar
Loading...