Imlek dan Hangatnya Wedang Ronde

Di Indonesia, Tahun Baru Imlek atau hari raya masyarakat China identik dengan musim hujan. Hujan seharian biasanya mengiringi perayaan Imlek ini. Masyarakat China justru sedih jika hujan tidak turun saat perayaan Imlek, dalam keyakinan orang China hujan pertanda berkah, artinya rezeki siap menyambut setahun ke depan. Di China sendiri Imlek selalu bertepatan dengan musim dingin.

Nah, hujan-hujan begini paling enak minumnya yang hangat-hangat. Salah satu pilihannya adalah wedang ronde, minuman khas betawi dengan rasa jahe yang biasa disajikan hangat-hangat. Jahe, selain bermanfaat untuk menghangatkan tubuh juga dipercaya sebagai penangkal penyakit, dari mulai anti masuk angin, detoksifikasi, hingga mencegah kanker.

Tahukah Anda, wedang ronde sebetulnya merupakan minuman yang berasal dari negeri China. Minuman ini biasanya disajikan saat masyarakat Tionghoa merayakan Imlek.

Bahkan wedang ronde merupakan salah satu jenis minuman yang masuk daftar sesaji di altar klenteng saat perayaan Tahun Baru Imlek. Wedang ini berada di antara aneka buah-buahan, kembang dan berbagai jenis makanan khas Tionghoa lain, yang menurut keyakinan mereka sebagai persembahan bagi para dewa mereka.

Akulturasi budaya Tionghoa dan Muslim Nusantara

Kenapa minuman asal China ini bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat Nusantara? Tentu saja karena semua bahan bakunya halal. Kita tahu mayoritas masyarakat Nusantara saat itu adalah Muslim. Wedang ronde mudah diterima karena terbuat dari bahan baku ketan dan gula yang diracik menjadi bulatan-bulatan, kemudian disiram dengan air jahe panas. Bahannya pun mudah ditemukan di Indonesia sehingga masyarakat lokal, khususnya masyarakat betawi mudah menerimanya.

Perjalanan wedang ronde sampai ke Indonesia sudah cukup panjang. Diperkirakan bersamaan dengan masuknya para saudagar China ke Aceh, Banten dan Jawa.

Hawa di Indonesia dan China tak begitu berbeda saat Tahun Baru Imlek, sama-sama dinginnya. Makanya, dulu para saudagar China memperkenalkan wedang ronde. Jadi, wedang ronde adalah minuman akulturasi dari China dengan cita rasa Indonesia.

Wedang ronde di China bernama Tengyuan. Berisi bulatan ketan berwarna merah, hijau dan putih yang berisi gula merah. Kemudian disiram air gula dan air jahe panas. Di Indonesia wedang ini ditambah sedikit variasi yaitu diberi taburan kacang tanah, roti dan kolang-kaling.

Bulatan ketan berwarna merah, hijau, dan putih bukan tanpa makna. Dalam filosofi orang China warna merah adalah simbol keberanian, ini sebagai harapan mereka agar berani dalam menghadapi musim dingin, warna hijau adalah harapan agar memperoleh karunia dan kebahagiaan. Sedangkan warna putih sebagai simbol hati yang bersih.

Wedang ronde tradisinya disajikan dalam mangkuk bulat, penyajiannya dengan cara diaduk lebih dahulu agar menyatu rasa dan kehangatannya. Mangkuk yang bulat juga mengandung filosofi, yaitu simbol keakraban atau guyub. Namun, di era modern penyajian wedang ronde tidak terbatas hanya dalam mangkuk bulat, namun bisa juga di gelas panjang, gelas berkaki, mangkuk beragam bentuk dan seterusnya.

Makanan dan minuman bisa menjadi simbol keragaman dalam harmonisasi antar manusia, walaupun dengan berbeda-beda latar belakang budaya dan agama. Dalam semangkuk wedang ronde orang China yang mayoritas penganut Konghuchu bisa menyatu dengan orang Nusantara yang berlatar belakang Muslim.

Baca Lainnya
Komentar
Loading...