Hosni Mubarak: Kekuasaan Tak Dibawa Mati
Kalimat tersebut pernah diungkapkan Hosni Mubarak sekitar tahun 1981
Ada sebuah kalimat yang dikenang oleh para pengikutnya, “al-kafanu laysa lahu juyuubun” yang berarti “kain kafan itu tidak ada kantongnya”. Demikianlah Hosni Mubarak, mantan presiden Mesir terlama itu, pergi pada Selasa 25 Februari 2020 lalu. Ungkapan yang memiliki arti bahwa harta dan dunia tak dibawa mati, memang demikian adanya. Mubarak kembali ke haribaan ilahi hanya membawa kain putih.
Kalimat tersebut pernah diungkapkan Hosni Mubarak ketika memulai jabatan kepresidenannya sekitar tahun 1981, dengan melepaskan sejumlah tahanan politik. Ucapannya begitu populer ketika itu, menunjukkan sikap zuhud atau kecintaannya pada kehidupan akhirat, ketika itu.
Namun apa yang terjadi setelah ia berkuasa selama 30 tahun? Politik Mesir bergejolak. Mubarak digulingkan pada Februari 2011. Ia pun didakwa dengan sejumlah kasus korupsi dan upaya pembunuhan terhadap para pengunjuk rasa yang menginginkannya lengser dari kekuasaan.
Hosni Mubarak meninggal dunia di usianya yang ke 91 tahun setelah menjalani operasi tumor di sebuah rumah sakit di Mesir. Ia merupakan sosok yang dikagumi rakyat Mesir, sekaligus juga dibenci, baik di negaranya sendiri maupun oleh masyarakat Timur Tengah.
Hosni Mubarak tercatat sebaga presiden terlama di Republik Arab Mesir, sekaligus presiden pertama yang digulingkan setelah revolusi.
Ia dilahirkan di sebuah desa bernama Kafr al-Masaylha di Menoufia sebelah utara Kairo pada 4 Mei 1928. Karir Mubarak berawal ketika ia lulus dari Akademi Militer pada 1949 dan memperoleh gelar Bachelor of Science dalam Ilmu Udara pada tahun 1950 di Air College.
Mubarak kemudian diangkat sebagai komando militer pada tahun 1964, di Komando Pangkalan Udara sebelah barat kota Kairo. Ia melanjutkan studinya ke pascasarjana di Akademi Militer Fronza, sebuah wilayah bekas Uni Soviet.
Saat terjadi kemunduran Mesir atas Israel, tepatnya tahun 1967 Mubarak menjabat komandan pangkalan udara Beni Suef. Di tahun itu pula, tak lama setelah perang dengan Israel presiden Mesir saat itu, Gamal Abdel Nasser mengangkat Mubarak menjadi Direktur Akademi Angkatan Udara.