Gara-gara Kimchi, Dua Negara Ini Berseteru

Kimchi menjadi bahan perseteruan terbaru antara Korea Selatan dan China, dua negara jiran yang memang kerap ribut untuk berbagai macam isu.

Bagaimana mulanya? Awalnya, pekan lalu badan standar industri global (ISO) mengumumkan peraturan baru untuk pembuatan pao cai, sejenis asinan sayuran dari China.

Setelah itu, sejumlah media China memberitakan bahwa peraturan baru tersebut juga berdampak pada kimchi, kuliner khas Korea Selatan. Inilah yang membuat Korea Selatan berang.

Korea Selatan menolak sejumlah laporan media yang mengklaim China mendapat sertifikasi global untuk kimchi. Maka, terjadilah perseteruan baru antara Korea Selatan dan China, yang tentu saja dikompori oleh para netizen kedua negara.

“Jika China menjiplak proses fermentasi kimchi, maka di masa depan budaya tradisional Korea Selatan bisa hilang,” tulis seorang pengguna di Naver, media sosial yang populer di Korea Selatan.

“Karena budaya Korea semakin luas pengaruhnya secara global, tampaknya China ingin mengklaim budaya Korea,” kata Seo Kyoung-duk, seorang profesor di sebuah Universitas di Seoul.

Sejumlah pengguna media sosial dari China mencoba mendamaikan suasana dengan mengatakan, kimchi dan “kimchi Sichuan” keduanya lezat, atau bahkan “paocai kami” tidak selezat punya Korea.

Tapi pengguna yang lain ada juga yang tetap ngotot. “Sichuan adalah kimchi yang asli, versi Korea Selatan hanyalah acar,” tulis seorang pengguna di Weibo, media sosial mirip Twitter di China.

Sebetulnya ada banyak jenis kimchi, semacam hidangan sayuran acar pedas yang biasanya terbuat dari kubis. Di China, kimchi juga disebut dengan pao cai. Meskipun orang Korea Selatan mengatakan itu jenis yang berbeda.

ISO menerbitkan peraturan baru terkait pengembangan, transportasi, dan penyimpanan pao cai. Otoritas di Provinsi Sichuan China, asal makanan pao cai, mengajukan sertifikasi atas hidangan itu.

Meskipun pernyataan ISO dengan jelas menyebutkan bahwa “dokumen ini tidak berlaku untuk kimchi”, tapi sejumlah media China berbeda melaporkannya.

Global Times misalnya, sebuah media nasionalis yang dikelola oleh pemerintah, menyebut bahwa ISO tersebut adalah standar internasional untuk industri kimchi yang dipimpin oleh China.

Kementerian Pertanian Korea Selatan membantah pernyataan tersebut, dan mengatakan bahwa standar internasional untuk kimchi telah disetujui oleh PBB pada tahun 2001.

Pada waktu itu FAO mengatakan bahwa kimchi terdiri dari “kubis Cina” dan sayuran lain yang dipotong-potong, diasinkan, lalu dibumbui sebelum difermentasi”.

Kimchi dibuat dari sayuran yang diasinkan sebelum ditambahkan bumbu dan hasil laut yang difermentasi. Campuran itu kemudian dimasukkan ke dalam guci tanah liat lalu disimpan di dalam tanah. Ritual tahunan pembuatan kimchi disebut Kimjang, yang telah terdaftar sebagai Warisan Budaya Takbenda di Unesco.

Tingginya permintaan kimchi, membuat Korea Selatan terpaksa mengimpor dalam jumlah besar dari China. Sementara, ekspor kimchi dari Korea ke China hampir tidak ada karena peraturan China yang ketat tentang hidangan berbentuk acar ini.

Perseteruan budaya di Asia

Perseteruan berlatar budaya semacam ini bukan yang pertama di Asia. Pada tahun 2018, Singapura berencana meminta UNESCO menetapkan para penjual makanan jalanan (street food) di negaranya menjadi “warisan tak benda”.

Tapi negara tetangga Malaysia protes, mereka mengklaim penjual makanan jalanan di Malaysia lebih baik, dan banyak masakan Singapura sebetulnya berasal dari Malaysia.

Indonesia juga pernah berseteru dengan Malaysia soal batik, keris, wayang kulit, hingga lagu daerah.

Mungkinkah nasi uduk, yang di Malaysia dikenal sebagai nasi lemak juga jadi bahan perseteruan? Bagi netizen, ya mungkin-mungkin saja.

Baca Lainnya
Komentar
Loading...