Fatwa-fatwa Medsosiah
Bermedia sosial saat ini telah menjadi bagian dari aktivitas kehidupan sehari-hari
Bermedia sosial saat ini telah menjadi bagian dari aktivitas kehidupan sehari-hari. Sebagian besar orang, atas nama pribadi, bisnis, ataupun jabatan di lembaga pemerintahan atau di perusahaan menggunakan media sosial untuk berkomunikasi.
Harus diakui, media sosial merupakan sarana yang sangat efektif dan murah, untuk berkomunikasi antara satu dengan yang lain. Wajar jika banyak yang memanfaatkannya. Lebih-lebih, di masa pandemi Covid-19 yang mengharuskan orang mengurangi intensitas pertemuan fisik.
Tidak hanya sebagai sarana komunikasi, media sosial juga bisa menjadi alat mencari uang. Di saat pandemi, begitu banyak orang diuntungkan dengan keberadaan media sosial sebagai sarana mencari rezeki. Dari mulai berjualan online, menjadi endorser, training online, monetisasi konten dan banyak lagi.
Namun begitu, sebagaimana lazimnya alat, media sosial juga bisa digunakan untuk tujuan positif hingga negatif. Karena itu, negara mencoba mengaturnya dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), meski diakui berbagai pihak, UU ini masih banyak terdapat kelemahan.
Fatwa MUI Haram Bermedsos, Jika …
Selain Negara, lembaga keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menaruh perhatian besar terhadap aktivitas bermedsos. Maka keluarlah fatwa medsosiah.
Dalam fatwa yang secara resmi ditetapkan pada tanggal 13 Mei 2017 itu, poin-poin yang diharamkan MUI dalam bermedia sosial adalah:
Pertama, melakukan ghibah (bergunjing), fitnah, namimah (mengadu domba), serta menyebarkan permusuhan.
Kedua, bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras atau antargolongan.