Dahsyatnya Energi Shalawat

Allah Swt menyeru hamba-Nya bershalawat untuk Nabi Muhammad Saw

Shalawat yang merupakan penghubung antara seorang Muslim dengan nabinya, tentu memberi energi positif bagi sang pembacanya. Syaikh Dr. Ali Jumah berkata, “Salah satu upaya seorang hamba mencegah diri dari kemaksiatan adalah menjalin “hubungan” kepada Nabi Muhammad Saw dengan senantiasa bershalawat. Selain itu, shalawat juga merupakan bukti cinta seorang Muslim kepada Nabinya.

Rasulullah Saw pernah bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang kalian, sehingga Aku lebih dicintainya daripada anak-anaknya, orangtuanya, bahkan seluruh manusia.” (HR. Muslim). Maka, cinta yang dibuktikan dengan memperbanyak shalawat akan memberi energi yang dahsyat bagi seorang Muslim demi menjaga cintanya kepada Nabinya.

Keutamaan Berhsalawat

Keagungan shalawat adalah sesempurna sifat Allah yang memerintahkannya dan semulia Nabi Muhammad Saw yang menjadi objeknya. Inilah sebabnya suatu majlis atau forum menjadi hampa tanpa adanya muatan shalawat. Keutamaan shalawat sangatlah banyak bahkan ini menjadi salah satu bukti keagungan shalawat itu sendiri. Di antara keutamaan bershalawat berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan hasan;

Pertama, seorang yang bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw dengan satu shalawat akan mendapat tiga keutamaan sekaligus yaitu; Allah Swt membalasnya dengan sepuluh rahmat, dihapusnya sepuluh kesalahan, dan diangkatnya dengan sepuluh derajat.Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurirah bahwa Nabi Saw bersabda, “Siapa yang bershalawat kepadaku sekali, niscaya Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim).

Kedua, para malaikat akan bershalawat dengan tujuhpuluh kali shalawat kepada orang yang bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Hal ini sesuai hadits Mauquf dari ‘Abdullah bin ‘Amr, dia berkata, “Siapa yang bershalawat kepada Nabi Saw maka para malaikat bershalawat kepadanya tujuh puluh kali.” (HR. Ahmad).

Hadits ini dinilai hasan oleh Imam Al-Busyairi dalam Ithaf dan Imam Al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid. Mauquf di sini dinilai Marfu’ karena tidak mungkin berasal dari Ijtihad, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Suyuthi dalam Tadrib Ar-Rawi.

Baca Lainnya
Komentar
Loading...