Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. Rahimahullah, pernah menyampaikan kesan menjadi thalibul hadits seraya memotivasi, “Di antara keistimewaan mempelajari hadits nabi; pertama, dengan mempelajari hadits nabi pelajar akan banyak bershalawat untuk Nabi Muhammad Saw, yaitu saat disebut namanya. Kedua dengan mempelajari hadits nabi pelajar merasa seolah-olah hidup bersama Nabi Muhammad Saw, yaitu saat dibaca sutu peristiwa dalam hadits.
Dua kesan di atas menyadarkan diri kita bahwa saat ini kita hidup di zaman yang sangat jauh dari zaman kenabian, jarak keduanya lebih dari 1400 tahun. Namun demikian kita harus bersyukur kepada Allah Swt atas nikmat-Nya yang besar, yaitu Dia tidak memutuskan hubungan umat Muhammad ini dengan nabinya, hubungan antara tetap nyambung, bahkan seolah-olah mereka hidup sezaman. Melalui “dua penghubung; yaitu ‘perintah bershalawat’ dan terjaganya ‘hadits-hadits nabi’.”
Perintah Bershalawat di dalam Al-Quran: Allah Swt menyeru hamba-Nya bershalawat untuk Nabi Muhammad Saw seraya berfirman, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawat dan salamlah kalian untuk Nabi, dan ucapkanlah salam penghormatan untuknya.” (QS. Al-Ahzab/33: 56).
Imam Al-Qurthubi dalam kitab Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an menjelaskan, bahwa melalui ayat ini Allah Swt memuliakan nabi-Nya, baik saat masih hidup maupun setelah wafat. Shalawat dari Allah Swt adalah rahmat dan ridha-Nya. Shalawat dari para malaikat adalah doa dan istighfar. Shalawat dari umatnya adalah doa dan penghormatan atas kedudukannya. Shalawat wajib dibaca sekali seumur hidup, bahkan wajib di setiap melakukan amalan wajib yang terdapat rukun shalawat di dalamnya.
Ayat di atas tidak hanya menjelaskan tentang perintah Allah Swt kepada hamba-Nya bershalawat untuk Nabi Muhammad Saw. Namun terdapat dua hal yang special di balik perintah bershalawat di sini; pertama, perintah bershalawat special hanya untuk Nabi Muhammad Saw tidak untuk para nabi yang lain. Kedua, Allah Swt yang memberi perintah telah terlebih dahulu bershalawat untuk Nabi Muhammad Saw, baru kemudian malaikat-malaikat-Nya, dan baru diperintahkan kepada hamba-hamba-Nya.
Rasulullah Saw Menjelaskan Energi Shalawat
Syadad ibn Aush Ra meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabada, “Sesungguhnya shalawat kalian untukku akan sampai kepadaku.” Seorang sahabat bertanya, “Bagaimana shalawat kami untukmu bisa sampai kepadamu padahal kamu telah dikubur?” Beliau lalu menjawab, “Sesungguhnya Allah Swt telah mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi.” (HR. An-Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan Al-Baihaqi) Imam Ibnu Mulqin berkata, shalawat seorang yang sampai kepada Nabinya merupakan “penghubung” yang menghubungkan antara dirinya dengan Nabinya.