Corak Arab-Cina dalam Budaya Cirebon

Orang-orang Arab dan Cina sudah sejak ratusan tahun lalu tinggal di Cirebon untuk berdagang

Cirebon bisa menjadi contoh betapa akulturasi kebudayaan antara Arab dan Cina berjalan harmonis. Akulturasi dua kebudayaan besar ini sangat kental dan dapat dilihat pada sejumlah desain bangunan, keraton, gapura, masjid, pakaian, batik, kesenian hingga kuliner yang menampilkan corak budaya Arab dan Cina.

Orang-orang Arab dan Cina sudah sejak ratusan tahun lalu tinggal di Cirebon untuk berdagang. Mereka awalnya, tinggal di wilayah pesisir Cirebon, tepatnya di pelabuhan Muara Jati. Sebab itu pula, orang-orang pesisir Cirebon lebih awal mengenal Islam. Hubungan Arab-Cina di Cirebon mencapai puncaknya pada saat Cirebon dikuasai kesultanan yang dipimpin oleh Sunan Gunung Djati, satu dari sembilan wali (wali songo). Sunan keturunan Arab yang bernama Syarif Hidayatullah itu menikahi Ong Tien Nio, putri dari Dinasti Ming.

Penyebaran Islam

Mengutip historia.id, Islam mulai masuk ke Cirebon sejak abad ke-14, bersamaan dengan kedatangan orang-orang Arab dan Cina ke Cirebon. Islam di kota udang ini tidak saja disebarkan oleh para pedagang dari Arab, namun juga oleh para pedagang Cina di bawah pengaruh Laksamana Cheng Ho yang merupakan seorang Muslim.

Jejak Cheng Ho bisa dilihat dari keberadaan Kampung Pecinan di Cirebon, letaknya di Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, tepatnya di sekitar Winaon-Kanoman-Lemahwungkuk-Talang-Pasuketan.

Kampung-kampung ini diyakini sudah terbentuk sekitar tahun 1415 ketika Laksamana Cheng Ho dari Dinasti Ming mendarat di Pelabuhan Muara Jati Cirebon.

Filolog Cirebon, Rafan Hasyim, sebagaimana dikutip ayocirebon.com menjelaskan, dalam naskah Purwaka Caruban Nagari, armada Cheng Ho yang datang ke Cirebon ketika itu terhitung besar, dengan jumlah orang yang demikian banyak. Selama menjalankan misi niaganya, mereka menetap di sejumlah lokasi, masing-masing di Toa Lang atau sekarang menjadi Talang (Jalan Talang, Kecamatan Lemahwungkuk), Sembung (Gunung Sembung, komplek makam Astana Gunung Jati), dan Surandil (saat ini tak ada lagi nama kampung tersebut, namun diduga letaknya tak jauh dari Sembung).

Para pedagang Arab dan Cina yang datang, tidak sedikit kemudian tinggal dan menetap di Cirebon. Mereka menikahi pribumi dan berketurunan. Orang-orang Arab menempati Kampung Arab sementara orang-orang Cina juga menempati Kampung Cina.

Pengaruh Arab-Cina

Budaya Arab-Cina sangat kuat mempengaruhi budaya Cirebon. Sistem kesultanan Cirebon merupakan pengaruh pengaruh Arab Islam. Sementara sejumlah masjid kuno di Cirebon, menggunakan keramik asal Cina sebagai hiasan dinding.

Keramik-keramik itu ada yang didatangakan langsung dari Cina, ada pula yang dibawa oleh para pedagang Cina atau didapat dari utusan raja-raja Cina. Sebagian lagi dibuat oleh orang-orang Cina yang tinggal di Cirebon.

Tidak hanya masjid, keramik-keramik Cina juga menghiasi sejumlah bangunan publik. Yang paling mencolok adalah di makam Sunan Gunung Djati, di dindingnya tersebar hiasan-hiasan keramik dari Cina.

Corak Cina lainnya bisa dilihat pada salah satu motif batik khas Cirebon, yakni megamendung. Selain itu, ukiran naga pada kereta pusaka kesultanan Cirebon juga ditengarai sangat erat kaitannya dengan budaya Cina.

Begitu pula kuliner, empal gentong yang masyhur di Cirebon itu sejarahnya dibawa dari Arab oleh para sultan Cirebon. Sementara sega atau nasi jamblang, konon dikembangkan oleh seorang Cina bernama Tan Piaw Lun atau dikenal dengan Mbah Wulung, dan masih banyak lagi corak-corak kebudayaan Arab dan Cina yang menyatu di Cirebon.

Sebab itu, jika belakangan ini ada sekelompok orang yang berpandangan seolah-olah Arab dan Cina itu bertentangan, baik dari segi pandangan politik maupun ekonomi, mungkin alangkah baiknya mereka belajar ke Cirebon.

Baca Lainnya
Komentar
Loading...