Belajar kepada yang Lebih Muda, Kenapa Tidak?

Diakui atau tidak, era 4.0 atau disebut juga era teknologi digital merupakan eranya kaum milenial. Wajar jika para profesional di bidang ini terdiri dari mereka para generasi Z yang lahir pada rentang tahun 1995-an hingga 2010-an. Meskipun sebagian masih ada yang berasal dari generasi sebelumnya, yakni generasi Y yang lahir sekitar 1980-an.

Kondisi ini menuntut orang-orang yang berusia lebih senior untuk belajar kepada yang lebih muda.

Terkadang bukanlah hal mudah belajar dari orang yang usianya lebih muda. Belajar dari anak buah, adik, bahkan anak-anak kita. Di satu sisi, perasaan gengsi kerap meliputi para orangtua atau senior untuk belajar kepada yang lebih muda.

Padahal di sisi lain pengetahuan “kekinian” dari para anak muda milenial juga dibutuhkan, bahkan sangat membantu. Misalnya, dalam melakukan adaptasi usaha atau bisnis di masa pandemi Covid-19 ini.

Belajar pada pengalaman masa lalu juga penting, tentu saja. Dengan mengetahui masa lalu dari para orang tua, kita bisa belajar untuk memilih jalan yang akan dilalui. Tapi belajar dari anak muda atau generasi setelah kita juga merupakan ilmu untuk masa depan.

Apalagi, perjalanan kita tidak mungkin kembali ke masa lampau, kita hanya akan berjalan ke depan, lima, sepuluh, bahkan dua puluh tahun ke depan.

Jadi, kenapa tidak kita belajar kepada generasi yang lebih muda?

Apalagi dalam hal keilmuan, teladan ini sudah dicontohkan oleh para ulama kita terdahulu dan masa sekarang.

Salah satu teladan diberikan oleh para ulama atau syekh al-Azhar, Mesir. Tidak ada kata gengsi dalam kamus mereka untuk belajar kepada intelektual yang lebih muda.

Sebab pada prinsipnya, dalam belajar tidak ada kata selesai. Meski sudah puluhan tahun, bahkan ada yang sudah setengah abad mereka mengorbankan waktunya untuk mempelajari agama. Tapi mereka tetap mau belajar kepada yang lebih muda, yang boleh jadi lebih menguasai bidang keilmuan tertentu.

Di al-Azhar, mudah ditemui orang-orang tua berumur 50-70 tahunan, duduk dengan penuh tawaduk mendengarkan pelajaran dari para syekh muda. Mereka tidak gengsi.

Dikutip dari @sanad_media, Syekh Ibrahim Isyamawi pernah mengatakan, seorang alim setidaknya belajar kepada orang yang lebih tua darinya, orang yang sebayanya dan orang yang lebih muda darinya.

Sebab di sungai ada sesuatu yang tidak ditemui di lautan. Demikian pula, pada syekh muda, ada sesuatu yang tidak ditemui pada syekh yang tua.

Syekh Abdul Halim Mahmud, meski telah lulus al-Azhar Cairo dan Sorbonne Prancis, tak sungkan bertanya dan belajar kepada muridnya yang lebih muda puluhan tahun darinya, Muhammad Quraish Shihab.

Tidak ada yang lebih menghalangi seseorang untuk mendapatkan ilmu-ilmu baru ketimbang gengsi. Terlebih lagi, gengsinya orang-orang awam atau bahkan sok tahu.

Di masa pandemi ini, tentu banyak orang harus belajar tentang hal-hal baru untuk bisa beradaptasi dengan situasi. Dalam dunia bisnis, ekonomi, pendidikan, keilmuan hingga keagamaan. Dan terkadang, hal-hal baru itu hanya dapat dipelajari dari anak-anak muda.

Baca Lainnya
Komentar
Loading...