Belajar dari Keteguhan Dakwah Nabi Nuh
Kita perlu memetik ibrah dari kisahnya para nabi beserta kaumnya
Islam bisa sampai kepada kita karena ada yang berdakwah. Tanpa usaha, perjuangan dan pengorbanan untuk mendakwahkan Islam di tanah air, bisa jadi kita masih belum mengenal Allah dan menyembahnya. Inilah urgensi berdakwah, ialah melanjutkan dakwah risalah yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw.
Meski begitu, kita perlu memetik ibrah dari kisahnya para nabi beserta kaumnya.
Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-Qur’an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Surat Yusuf, Ayat 111)
Sebab perumpamaan dakwahnya para nabi itu ibarat satu bangunan. Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda, “Perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi terdahulu itu ialah ibarat seseorang membangun rumah lalu menyempurnakan dan memperindahnya. Kemudian orang-orang mengelilinginya dan mengaguminya, seraya berkata: “kita tidak pernah melihat bangunan yang lebih indah dari bangunan ini sebelumnya, hanya saja ada satu batu bata (yang belum diletakkan)”, satu bata tersebut adalah aku.” (HR. Muslim).
Belajar dari Dakwah Nabi Nuh
Salah satu kisah dakwah yang perlu kita ambil ibrahnya ialah keteguhan berdakwah Nabi Nuh. Beliau ialah rasul pertama dan salah satu Rasul Ulul Azmi selain Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Muhammad.
Beliau dikisahkan berdakwah malam dan siang dalam masa yang panjang. Dalam tafsir Ibnu Katsir disebut selama 950 tahun. Beliau menyeru kaumnya untuk menyembah Allah dan mentaatinya, namun justru kaumnya malah lari. Sampai ia mengadu kepada Allah. Kisah ini digambarkan Al Qur’an dalam surah Nuh ayat 5-7.
Dia (Nuh) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam, tetapi seruanku itu tidak menambah (iman) mereka, justru mereka lari (dari kebenaran).
Dan sesungguhnya aku setiap kali menyeru mereka (untuk beriman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jarinya ke telinganya dan menutupkan bajunya (ke wajahnya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri. (Surat Nuh, Ayat 7).