JAKARTA – Savic mengeluh, ia menganggap hidupnya kurang bernilai. Ia merasa rutinitas yang selama ini dilakukannya tidak bernilai atau paling tidak bernilai kecil di hadapan Allah Swt.
Savic bukan tamatan pesantren yang belajar secara runut batang ajaran Islam hingga ke cabang-cabangnya. Di sela-sela waktunya bekerja atau saat santai, secara otodidak Savic mengonsumsi ceramah agama yang tersebar luas di platform media sosial.
Savic yang bekerja di salah satu perusahaan asing mengaku lebih banyak waktu yang dia habiskan untuk bekerja ketimbang beribadah. Hal inilah yang membuatnya galau. Lulusan perguruan tinggi negeri ini merasa bimbang. Satu sisi dia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya karena itu satu-satunya sumber penghasilannya, di sisi lain para penceramah yang berseliweran mengimbau bahwa hidup ini untuk beribadah. Ia merasa ada kekosongan spiritual dalam kesibukannya.
“Bagaimana caranya aku meningkatkan ibadahku sedangkan waktuku habis di jalan dan di kantor?” tuturnya dalam batin. Selama ini pekerjaaan di kantor dan durasi perjalanan pergi pulang (PP) sudah menyita waktunya lebih dari 12 jam. Jika dipotong waktu tidur 6 jam maka tersisa waktu 6 jam itu pun dia harus berbagi waktu untuk istri dan anaknya.
Cuplikan cerita di atas mungkin sering ada di sekitar kita, atau bahkan kita sendiri yang mengalaminya. Lalu bagaimana menjawab problem Savic di atas.
Apa yang dipahami Savic, sebetulnya tidak sejalan dengan tuntunan atau ajaran Islam yang sebenarnya. Ada kesalahpahaman yang mesti diluruskan. Savic membagi antara bekerja dan ibadah.
Allah berfirman,
Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Surat At-Taubah, Ayat 105).
Bekerja juga merupakan perintah dari Allah swt. Melaksanakan pekerjaan dengan keikhlasan juga bernilai ibadah. Sehingga dari sini kita tidak lagi mempertentangkan antara bekerja dan ibadah. Sebab bekerja itu ibadah.
Ibadah dari segi jenis pelaksanaannya terbagi dua. Ada yang bersifat murni atau disebut ibadah mahdhah terkait ritual. Ada yang kita kenal dengan ibadah ghairu mahdhah yang lebih bersifat socio-cultural. Bekerja masuk kategori yang kedua. Wallahu a’lam bis shawab.