Meski pandemi Covid-19 belum benar-benar berakhir, karena kasus infeksi masih banyak terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, namun Pemerintah sepertinya akan segera menerapkan New Normal.
New Normal merupakan istilah yang digunakan untuk menandai kehidupan normal baru setelah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat pandemi.
Pada saat PSBB sejumlah aktivitas warga dibatasi, termasuk aktivitas ibadah di masjid atau musala secara berjamaah. Dengan penerapan New Normal artinya aktivitas tersebut bakal kembali bisa dilakukan dengan menerapkan kebiasaan baru yang sesuai dengan protokol kesehatan.
Tentu saja ini penting, mengingat wabah Covid-19 pada kenyataannya belum benar-benar berakhir. Bahkan sejumlah negara yang sudah menerapkan New Normal lebih dulu, seperti Korea Selatan harus mengalami pandemi gelombang kedua. Jangan sampai hal serupa juga terjadi di tempat kita.
Bagaimana praktik New Normal di tempat-tempat ibadah? Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) memberikan panduannya:
Pertama,
kegiatan berjamaah dapat dilakukan apabila tidak ada lagi kasus penularan Covid-19 di wilayah tersebut.
Kedua,
Pengurus tempat ibadah, baik kapasitas kecil seperti masjid lingkungan atau besar seperti masjid agung mengajukan permohonan surat keterangan bahwa kawasan atau lingkungan tempat ibadah aman dari Covid-19.
Ketiga,
Surat keterangan dapat sewaktu-waktu dicabut apabila muncul kasus penularan baru di lingkungan atau kawasan tempat ibadah tersebut, atau ditemukan ketidaktaatan terhadap protokol kesehatan, seperti mengenakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak.
Keempat,
Pengurus tempat ibadah menyiapkan fasilitas terkait penerapan protokol kesehatan dan mengawasi pelaksanaannya di area tempat ibadah. Fasilitas-fasilitas tersebut seperti sabun cuci tangan atau hand sanitizer di pintu-pintu masuk dan keluar serta alat pengecekan suhu tubuh.
Di samping itu, pengurus juga harus melakukan pembersihan serta penyemprotan disinfektan secara berkala di area tempat ibadah, mengatur jumlah jamaah agar tidak bergerombol termasuk saat keluar-masuk pintu, menerapkan pembatasan jarak dengan memberi tanda khusus di lantai (minimal 1 meter).
Kelima,
Pelaksanaan ibadah untuk sementara dianjurkan dipersingkat tanpa mengurangi ketentuan kesempurnaan beribadah.
Keenam,
Jamaah harus selalu diingatkan mengenai penerapan protokol kesehatan dengan memasang imbauan di tempat-tempat yang terlihat. Bagi jamaah yang datang dari luar kawasan atau tamu, dapat diperlakukan protokol kesehatan secara khusus dengan cara-cara yang pantas.
Ketujuh,
Jamaah yang datang ke tempat ibadah harus dipastikan dalam kondisi sehat, menggunakan masker sejak keluar dari rumah dan selama berada di area tempat ibadah, serta mengikuti protokol kesehatan yang diterapkan oleh pengurus tempat ibadah. Termasuk, untuk sementara tetap menghindari berjabat tangan.
Kedelapan,
Disarankan untuk tidak berdiam diri lama atau berkumpul di dalam area tempat ibadah selain untuk melakukan ibadah yang wajib.
Kesembilan,
Anak-anak dan lanjut usia yang rentan tertular penyakit dan memiliki risiko tinggi terhadap Covid-19 disarankan untuk tetap beribadah di rumah sampai situasi benar-benar aman.
Panduan ini, tentu karena merupakan kebiasaan baru, maka penerapannya harus dilakukan dengan cara-cara yang baik. Jangan sampai keinginan untuk kembali beribadah di rumah Allah justru menimbulkan masalah baru, apalagi sampai menimbulkan konflik di masyarakat.
Perlu dicatat, semua praktik kebiasaan baru ini bersifat sementara, sampai pandemi dinyatakan benar-benar pergi. Semua dilakukan sebagai ikhtiar kita untuk memperoleh takdir Allah yang lebih baik, yaitu situasi tanpa pandemi.
Kita tentu ingin semua segera berjalan normal, kembali seperti sediakala. Tapi itu semua butuh upaya, ikhtiar kita bersama, sesuai dengan saran ilmu pengetahuan. Doa dan zikir juga harus lebih dikuatkan, agar permohonan kita dapat menembus langit. Sebab apapun, semua yang terjadi hari ini dan hari-hari ke depan adalah atas kehendak-Nya semata.