Begini, Islam Mengatur Hubungan Pekerja dan Pengusaha
Islam sejatinya mengatur hubungan yang adil antara pekerja dan pemberi kerja alias pengusaha
Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang juga populer dengan Omnibus Law masih menjadi polemik di berbagai kalangan. Satu pihak berangapan UU ini mencederai keadilan bagi para pekerja, namun pihak lain berpendapat justru dengan UU ini para pekerja diuntungkan.
Jauh sebelum polemik UU Cipta Kerja ini, Islam sejatinya mengatur hubungan yang adil antara pekerja dan pemberi kerja alias pengusaha. Rasulullah Saw telah menerapkan aturan yang adil dalam hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha, sebagaimana tergambar dalam buku “Muhammad sebagai Pedagang”, karya Afzalul Rahman, diantaranya:
1. Membayar pekerja dengan layak
Islam mengatur bahwa pemberi kerja, bos atau majikan wajib membayar pekerjanya dengan layak. Pemberi kerja juga dilarang membebani pekerja dengan pekerjaan yang melampaui kemampuan mereka.
Rasulullah Saw bersabda, “Tuhan akan menyiksa tiga jenis manusia pada Hari Akhir. Salah satunya, yang menguras tenaga para pekerjanya tetapi tidak membayarnya dengan sesuai.”
Beliau juga bersabda bahwa penting bagi pengusaha untuk mempekerjakan karyawan yang kuat dan dapat melakukan pekerjaannya dengan mudah. Mereka tidak boleh memberikan pekerjaan yang berat dan sulit yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja itu, (HR. Muhalla ibn Hazm).
2. Persetujuan kedua belah pihak
Rasulullah Saw melarang pemberi kerja memperkerjakan pegawai tanpa membuat persetujuan terkait upah terlebih dahulu, (HR. Bukhari Muslim).
Para pemberi kerja diminta menyetujui gaji pegawainya sebelum mereka mulai melakukan pekerjaannya. Tidak dibenarkan jika di dalam surat kerja sama antara keduanya tidak mencantumkan persetujuan mengenai upah.
3. Tidak menunda upah
Selain memberikan upah yang pantas, pemberi kerja juga tidak diperbolehkan menunda-nunda pembayaran upah atau gaji para karyawannya. Menunda gaji karyawan bahkan merupakan tindakan yang berdosa.