Bahayanya Belajar Tanpa Guru

Di zaman era digital saat ini informasi belajar bisa diakses dengan mudah

Di zaman era digital saat ini informasi belajar bisa diakses dengan mudah. Saat ini belajar bisa di mana saja dan kapan saja. Setiap individu tidak lagi dibatasi ruang dan waktu dalam belajar. Namun perlu dicatat, belajar meskipun online harus memiliki guru.

Dalam menuntut ilmu agama, mencari guru pun tidak sembarangan tapi harus tsiqah (terpercaya), keilmuannya bisa dapat dipertanggung jawabkan, sanadnya bersambung hingga Rasulullah.

Abdullah bin Mubarak berkata,

الإسناد من الدين، ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء

“Sanad itu bagian dari agama, jika tidak ada sanad, maka siapa saja bisa berkata apa yang dikehendakinya.”

Imam Asy Syafi’i mengatakan: “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar di gelapnya malam, ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu.” (Faidhul Qadir juz 1 hal 433).

Bahkan Al Imam Abu Yazid Al Bustamiy berkata: “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya setan.” (Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203).

Jadi sangatlah bahaya sekali ketika belajar tidak memiliki guru. Sebagaimana kisah yang diceritakan oleh Imam Abu Hayyan al Andalusi; salah seorang Imam ahli Tafsir, penulis Tafsir al-Bahr al-Muhith, dalam untaian bait-bait syairnya menuliskan sebagai berikut:

“Orang lalai mengira bahwa kitab-kitab dapat memberikan petunjuk kepada orang bodoh untuk meraih ilmu. Padahal orang bodoh tidak tahu bahwa dalam kitab-kitab tersebut ada banyak pemahaman-pemahaman sulit yang telah membingungkan orang yang pintar. Jika engkau menginginkan (meraih) ilmu dengan tanpa guru maka engkau akan sesat dari jalan yang lurus. Segala perkara akan menjadi rancu atas dirimu, hingga engkau bisa jadi lebih sesat dari orang yang bernama Tuma al-Hakim.”

Tuma al-Hakim adalah seorang yang tidak memiliki guru dalam memahami hadits. Suatu hari ia mendapati hadits shahih, redaksi asli hadits tersebut adalah; “al-Habbah as-Sawda’ Syifa’ Likulli Da”. Namun Tuma al-Hakim mendapati huruf ba’ pada kata al-habbah dengan dua titik; menjadi ya’, karena kemungkinan salah cetak atau lainnya, maka ia membacanya menjadi al-Hayyah as-Sawda’.

Tentu maknanya berubah total, semula makna yang benar adalah “Habbah Sawda’ (jintan hitam) adalah obat dari segala penyakit”, berubah drastis menjadi “Ular hitam adalah obat bagi segala penyakit”. Akhirnya, Tuma al-Hakim mati karena “kebodohannya”, mati terkena bisa ular ganas yang ia anggapnya sebagai obat.

Itulah salah satu bahaya yang disebabkan tidak memiliki guru. Oleh karena itu meskipun saat ini ilmu bertebaran luas di internet ataupun di buku-buku maka hendaknya seseorang tersebut harus memiliki guru, jika ada yang tidak paham bisa langsung bertanya kepada gurunya, bukan memahami dengan pikiran sendiri.

Baca Lainnya
Komentar
Loading...