Bagaimana Konten Berevolusi?

Konten dalam pemasaran sebuah brand produk sebetulnya bukan hal baru. Sejak tahun 1895, seorang bernama John Deere mulai memproduksi majalah untuk petani, ini merupakan bentuk awal dari konten untuk pemasaran produk.

Kemudian pada tahun 1902, Jell-O mulai menerbitkan buklet resep untuk mempromosikan produknya dengan cara yang kreatif.

Jell-O membuat konten yang bermanfaat untuk audiens yang menjadi target pada waktu yang tepat. Meskipun pada awal abad ke-20, belum disebut sebagai konten pemasaran, tapi strateginya tidak jauh berbeda dengan bagaimana sebuah merek (brand) mendekati audiensnya lewat media digital dan sosial saat ini.

Konten pemasaran telah berkembang begitu pesat dari waktu ke waktu, tapi komponen utamanya akan selalu sama. Yaitu membutuhkan pemahaman tentang target audiens, tujuan yang jelas serta strategi promosi.

Mengapa Konten Pemasaran itu Penting?

Konten pemasaran adalah proses dari mulai perencanaan, pembuatan, penerbitan, pendistribusian, hingga pembagian konten yang berkelanjutan.

Tujuannya adalah untuk menghubungkan merek produk atau jasa kepada audiensnya dan membuat mereka berinteraksi serta mendukung bisnis tersebut.

Nah, untuk memahami kenapa konten pemasaran itu sangat penting, kita bisa kembali ke 10 tahun yang lalu.

Mengutip Forbes, pada tahun 2010 smartphone belum mendominasi pasar, sehingga influencer online belum benar-benar ada. Tidak banyak orang yang tahu apa itu asisten suara (voice assistant), dan kebanyakan orang menjadikan ngeblog adalah hobi yang menyenangkan.

Tapi saat ini, ada lebih dari 3,6 miliar pengguna media sosial dan 6,95 miliar orang yang menggunakan ponsel.

Di Amerika, lebih dari 80% orang dewasa menggunakan ponsel mereka untuk mengakses internet, jumlah itu diperkirakan akan terus bertambah.

Kenyataannya, konsumen saat ini berharap untuk melihat berbagai konten, yang jauh melampaui artikel konvensional atau postingan blog di 10 tahun yang lalu.

Sekarang, ketika orang-orang mengkonsumsi konten melalui media sosial, situs web, dan aplikasi. Mereka ingin sebuah merek menyampaikan konten spesifik yang relevan dengan mereka, jika tidak, bagi mereka banyak pilihan lain.

Misalnya, sejak tahun 2018, anak-anak muda telah berpindah dari Facebook ke platform lain seperti Instagram, TikTok dan Snapchat yang menawarkan konten yang lebih melibatkan mereka.

Tapi ini tidak berarti sebuah brand harus berhenti menerbitkan konten di Facebook. Tapi mereka harus lebih memikirkan siapa audiens mereka dan bagaimana mereka berinteraksi. Pertimbangkan juga, bagaimana Covid-19 mempengaruhi perilaku konsumen.

Lihat misalnya TikTok, platform media sosial ini memungkinkan pengguna (user) membuat, mempromosikan, dan bereaksi terhadap konten musik serta video berformat pendek.

Pada kuartal pertama tahun 2020, aplikasi TikTok telah diunduh sebanyak 315 juta kali, itu adalah jumlah tertinggi untuk aplikasi apa pun.

Apa kunci keberhasilan Tik Tok? Yaitu, dari konten-konten menarik yang melibatkan komunitas. Pengguna Tik Tok dapat membuat video berdurasi 15 detik yang dapat bereaksi dan berhubungan dengan orang lain, dan mereka menjadi lebih kreatif dari waktu ke waktu.

Selama pandemi Covid-19, TikTok telah menjadi alternatif untuk terhubung dengan orang lain dengan tetap mematuhi protokol kesehatan menjaga jarak sosial.

Intinya, sebuah brand harus hadir di saluran konten tempat audiens mereka berinteraksi.

Ambil contoh, restoran cepat saji Mexican Grill “Chipotle”, yang mampu meraih sukses dengan memanfaatkan Tik Tok sebagai bagian dari strategi pemasaran kontennya.

Dilaporkan bahwa tantangan #GuacDance Chipotle adalah “tantangan bermerek” dengan kinerja tertinggi di TikTok Amerika, yaitu menghasilkan 250 ribu pengiriman video selama tantangan yang berlangsung 6 hari.

@chipotle

Yes, we made slides. Shop chipotlegoods.com. @muslimthicc #chipotle #fashion #shoes #fyp

♬ original sound – Chipotle

Brand Chipotle dengan sengaja mempekerjakan tim yang beragam, mencakup segala usia untuk mengikuti tren konten pemasaran.

Di sini, brand mencari cara untuk menampilkan kisah nyata ketimbang memaksakan produk mereka kepada audiens. Jadi, tingkat keterlibatan inilah yang menjadi fokus konten pemasaran modern.

Jika kembali ke tahun 2010, menulis konten untuk mendapat peringkat tinggi di mesin pencari berarti memasukkan kata kunci, menyembunyikan frasa pada latar belakang, hingga menggunakan tag.

Tapi ternyata penjejalan kata kunci sudah tidak disukai lagi oleh algoritma mesin pencari, yang sekarang cukup canggih untuk mengenali konten yang bermanfaat daripada yang berulang-ulang atau sekadar promosi.

Era Personalisasi, Konten Buatan Pengguna

Sekarang kita berada di era dimana konten sebuah produk justru dibuat sendiri oleh pengguna.

Karena menurut sebuah penelitian, 90% konsumen mengatakan bahwa konten buatan pengguna mempengaruhi keputusan mereka untuk membeli sebuah produk.

Menurut HubSpot, 32% pengguna internet mengandalkan ulasan dari pelanggan. Oleh karena itu, konten buatan pengguna menjadi lebih unik bagi sebuah brand.

GoPro misalnya, memberi tantangan kepada penggemarnya untuk mengirimkan foto yang mereka ambil menggunakan produk ini.

Jenis konten seperti ini membantu sebuah merek memberitahu pelanggan lainnya tentang keuntungan menggunakan produk tersebut. Dan terbukti hasilnya luar biasa. Salah satu foto hasil buatan pengguna ada yang memiliki lebih dari 120 ribu like.

Jadi, konten berkembang dari awalnya dibuat oleh sebuah brand untuk pelanggannya, menjadi alat di mana brand mempengaruhi pelanggan untuk membuat konten bagi mereka.

Jadi, akan sangat menarik melihat bagaimana konten pemasaran terus berkembang di masa depan. Platform digital juga mungkin akan tumbuh secara luar biasa, dan beberapa yang bakal populer di tahun 2030 nanti mungkin bahkan belum ada sekarang.

Sebab itu, brand yang ingin sukses lewat konten pemasaran perlu melakukan pendekatan multi-platform, mengikuti tren dan tetap responsif.

Baca Lainnya
Komentar
Loading...