Angela Merkel Pimpin Jerman selama 18 Tahun, Pulang Tanpa Bawa Apa-apa
Sekitar 80 juta orang Jerman telah memilih Merkel untuk memimpin mereka
Kanselir Jerman, Angela Merkel, mengakhiri kepemimpinannya. Dia telah 18 tahun menjabat Perdana Menteri, dan membawa Jerman ke puncak kejayaan.
Pada 16 Januari 2021, Jerman mengucapkan selamat jalan kepada Merkel. Ia mengakhiri pucuk kepemimpinannya di pemerintahan maupun partai. Masyarakat yang mencintainya memberi tepuk tangan hangat selama 6 menit di beranda rumah atau di balkon apartemen masing-masing.
Merkel pulang bersama suaminya dengan bersahaja, tanpa dentuman meriam atau apa pun ke apartemen sederhana miliknya tanpa membawa apa-apa, kecuali nama besar yang akan selalu diingat oleh sejarah Jerman, bahkan dunia.
Merkel adalah perdana menteri perempuan pertama, di sebuah negara industri, yang kemajuan teknologinya begitu disegani dunia.
Jerman, siapa tak mengakui kemajuan teknologi negara ini. Indonesia, punya salah satu teknokrat terbaik bernama BJ Habibie, boleh dibilang juga “produk” Jerman.
Sekitar 80 juta orang Jerman telah memilih Merkel untuk memimpin mereka selama 18 tahun dengan dedikasi, kompetensi, keterampilan, ketulusan dan perlu dicatat, kesederhanaan hidup.
Meski menjabat perdana menteri selama 18 tahun, perempuan yang dikenal tegas ini tetap tinggal di apartemen sederhana, bahkan tidak punya pembantu satu orang pun. Ia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga sendiri, berbagi dengan sang suami.
Di tempat tinggalnya, Merkel menata pakaiannya sendiri, sementara sang suami mengoperasikan mesin cuci. Mereka biasanya melakukannya pada malam hari, karena listrik lebih murah.
Bukan karena sok bersahaja, tapi memang dia tidak mau membeli kemewahan seperti rumah mewah, mobil mewah, dan fasilitas mewah lainnya dengan barter jabatan yang dimilikinya.
Lihat saja gaya berpakaiannya. Sampai-sampai, suatu kali ada wartawan yang iseng bertanya kepadanya.
“Apakah Ibu hanya punya model baju yang itu-itu saja, tidak yang punya lain?”
Merkel menjawab santai, “Saya ini pegawai negara, bukan model busana.”
Selama 18 tahun menjabat tidak ada satupun pelanggaran yang tercatat atas dirinya. Ia tidak satu pun menunjuk kerabatnya sebagai menteri.
Ia tidak pernah membangga-banggakan kepemimpinannya, tidak pernah gembar-gembor bahwa telah mencipta kemakmuran dan kejayaan untuk Jerman.
Merkel, tidak mengambil keuntungan dari kedudukannya, juga tak butuh buzzer yang mengelu-elukannya untuk meningkatkan derajat dan kehormatannya.
Ia tidak mengumbar omong kosong demi kepentingan politik pribadinya. Atau tiba-tiba muncul di kerumunan orang-orang Berlin, hanya untuk difoto dan tebar pesona.
“Saya selalu ingin menjalankan peran pemerintah dan partai saya dengan bermartabat, dan suatu hari meninggalkan mereka dengan bermartabat. Sekarang saatnya membuka babak baru. Hari ini, saat ini, saya diliputi oleh satu perasaan: Syukur. Ini merupakan kesenangan besar bagi saya, suatu kehormatan besar. Terima kasih banyak.”
Seperti itulah kata-kata Angela Merkel saat berpidato untuk pengunduran dirinya sebagai pemimpin partai Uni Demokratik Kristen (CDU) pada Desember 2020 lalu.
Ketika Covid-19 membuat dunia bertekuk lutut, banyak kepala negara meremehkannya dan menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga. Donald Trump, Presiden AS bahkan menyebutnya hanya tipuan. Presiden Brazil Bolsonaro menganggapnya hanya “flu kecil”. PM Inggris Boris Johnson sempat ragu-ragu.
Tidak demikian dengan Kanselir Jerman Angela Merkel. Ia melakukan apa yang harus dilakukan pemimpin saat krisis. Yaitu, memberitahu orang-orang apa yang sebenarnya terjadi. Dari awal Merkel menyatakan, “Situasinya serius.”
Sejak tahap awal pandemi, Jerman telah secara sistematis menguji, melacak, dan merawat untuk memerangi Covid-19.
Merkel, yang telah membawa negara itu menjadi raksasa ekonomi Eropa, bahkan dunia, pada akhirnya hanyalah masyarakat biasa, dan setelah selesai jabatannya ia kembali ke status itu. Dan, ia pun begitu menyadarinya.
Wajar, jika orang-orang menjuluki Merkel sebagai pemimpin perempuan kelas dunia, dan digambarkan setara dengan 6 juta pria.