Allah Swt memerintahkan hambanya sebelum melakukan shalat atau ibadah untuk melakukan wudhu. Perintah ini sebenarnya mengandung sebuah isyarat bahwa kondisi dan keadaan suci sangat mendukung hidup sehat dan tumbuhnya kekhusyukan dalam shalat. Suci identik dengan bersih, keindahan dan kenyamanan. Najis sangat identik dengan kotor dan kumuh.
Adanya perintah untuk suci dari najis dan hadas dalam thaharah mengandung makna yang dalam. Yakni perintah agar manusia berupaya untuk mensucikan diri sekaligus qalbu.
Secara dzahiriyah perintah bersuci, wudhu misalnya dimaksudkan agar manusia bersih dari najis dan hadas. Akan tetapi dari sisi batiniah perintah tersebut mengandung arti agar manusia selalu berupaya membersihkan badan dari najis dan membersihkan qalbu dari dosa.
Bersih badan saja belum cukup, harus diimbangi dengan kebersihan qalbu. Dalam pandangan tasawuf justru kebersihan qalbu harus diprioritaskan.
Dalam kitab Mursyidul Amin karangan Imam Al Ghazali membagi macam-macam wudhu menjadi tiga tingkatan, yaitu :
Wudhu untuk Membersihkan dari Hadas dan Najis
Secara formal wudhu memang dimaksudkan untuk menghilangkan hadas dan najis yang ada dalam diri. Tingkatan wudhu yang pertama inilah yang paling banyak dilakukan orang.
Banyak dari kita berwudhu hanya sekedar membasuh muka, tangan, sebagian kepala, dan kaki tanpa ada penghayatan sama sekali. Wudhu itu hanya sah menurut tataran formal, namun tidak punya bekas mendalam dalam qalbu.